Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Endokrinologi Anak dari RSAB Harapan Kita, Jakarta dr Aditya Suryansyah menekankan psikologis anak penting untuk diperhatikan secara intensif saat terapi diabetes untuk kesuksesan terapi.
"Mengobati anak itu bukan hanya obat saja, tapi psikologis anak, lingkungannya yang harus diterapi juga," katanya dalam diskusi mengenai kesehatan anak dengan diabetes yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Adit mengungkapkan terapi diabetes yang mengharuskan pengidapnya untuk melakukan suntik insulin secara rutin sesudah makan cenderung tidak disukai anak, karena bosan dalam melakukannya.
Selain itu, kebiasaan mengonsumsi obat-obatan tersebut dapat menyebabkan anak merasa malu dengan teman-temannya, juga menimbulkan rasa tidak percaya diri.
"Itu PR yang sangat berat untuk keluarga pasien dan untuk anak. Jadi banyak, kadang-kadang kalau mengobati anak DM (diabetes melitus) itu bukan hanya kita mengandalkan harus begini harus begini, tapi psikologi keluarga juga harus dinasihati, harus didukung agar anak tumbuh kembangnya sama dengan anak lain," tegasnya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan, sebut Adit, adalah dengan menjaga pola hidup dan pola makan keluarga, sehingga anak dengan diabetes termotivasi dengan melihat keluarganya, untuk menjaga pola makan dan rajin menyuntikkan insulin sesuai dosisnya.
"Jadi, kalau makan jangan dimarahi dia. Anak kamu nggak boleh makan itu, tapi bapaknya makan bakso, anaknya nggak boleh, itu salah," tambahnya.
Adit juga menganjurkan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter terkait olahraga yang boleh dilakukan anak yang terkena diabetes, karena aktif dan bergerak seperti dalam olahraga juga merupakan salah satu cara anak untuk tetap sehat, tumbuh dan berkembang, dan mengatasi rasa bosan dalam melakukan terapi.
Kemudian, peran guru di sekolah untuk menjaga rasa percaya diri seorang anak juga perlu diperhatikan, agar tidak merasa stres saat belajar.
Hal tersebut, kata dia, diperlukan agar anak bisa bertumbuh kembang secara normal seperti teman-temannya yang bisa bergaul, bermain, serta belajar dengan normal dengan tetap percaya diri.
"Jadi, kalau kita mau menjaga anak diabetes, kita harus holistik, semuanya. Jadi, bukan hanya mengobati anaknya saja tetapi mengobati lingkungannya, keluarganya," ucap Aditya Suryansyah.
Baca juga: Dokter: Anak masih mengompol usai "toilet training" berisiko diabetes
Baca juga: Dokter: Anak yang turun berat badan drastis berisiko terkena diabetes
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024