Keputusan Presiden SBY untuk memberikan grasi kepada Corby jelas tidak tepat, karena nyata-nyata tidak ada manfaat bagi Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Achmad Basarah menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu mencabut grasi yang diberikan kepada terpidana kasus narkoba asal Australia Schapella Corby.
"Keputusan Presiden SBY untuk memberikan grasi kepada Corby jelas tidak tepat, karena nyata-nyata tidak ada manfaat bagi Indonesia," kata Basarah ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Pencabutan grasi untuk Corby dinilai perlu dilakukan karena menurut Basarah hal itu penting untuk menunjukkan sikap tegas atas kemarahan Indonesia terkait dengan penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap Presiden SBY dan delapan orang terdekatnya.
Basarah mengemukakan bahwa pemberian grasi untuk Corby seperti memberikan sinyal positif kepada jaringan narkoba internasional bahwa Indonesia adalah negara yang permisif terhadap kejahatan narkobat internasional untuk beroperasi di Indonesia.
Ia berpendapat bahwa sikap pemerintah Australia yang masih enggan untuk menyatakan permohonan maaf secara resmi atas peristiwa penyadapan tersebut, merupakan bentuk pelecehan terhadap Indonesia.
"Maka sebetulnya tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa Indonesia punya kepentingan strategis dengan Pemerintah Australia," ujar dia.
Oleh sebab itu Basarah menyatakan bahwa keputusan Presiden SBY dengan memberikan grasi untuk terpidana Corby tidak tepat.
"Maka saya mendesak Presiden SBY agar mencabut grasi yang telah diberikan kepada terpidana Corby sebagai bentuk sikap tegas atas kemarahan Indonesia," kata dia.
Sementara itu anggota Komisi I DPR RI Nurhayati Ali Assegaf mengimbau agar masyarakat tidak mempersoalkan kembali grasi yang diberikan kepada gembong narkoba asal Australia Schapella Corby.
"Mari kita lihat ke depan dan masyarakat mau berjiwa besar. Soal grasi terhadap Corby sudah diputuskan pada masa lalu, jangan lalu menjilat ludah sendiri dengan mencabutnya," kata Nurhayati ketika dijumpai di kantornya di gedung Parlemen Jakarta, Jumat.
Nurhayati menilai bahwa dengan menarik kembali putusan tersebut justru akan memperburuk hubungan antara Indonesia dengan Australia.
"Justru ke depannya hubungan Indonesia dengan Australia harusnya semakin membaik, dan janganlah memperkeruh kondisi ini, seolah-olah hubungannya sudah selesai antar kedua negara," kata Nurhayati.
Lebih lanjut Nurhayati mengemukakan bahwa dia berharap masyarakat Indonesia bisa memahami keputusan yang dilakukan oleh Presiden SBY terkait dengan kasus penyadapan ini, sudah merupakan keputusan yang tepat.
Presiden SBY telah memutuskan untuk menghentikan kerja sama militer terkait dengan pertahanan dan keamanan dengan Australia, untuk menunjukkan sikap SBY terkait dengan penyadapan tersebut.
"Keputusan Presiden SBY ini sudah merupakan pukulan bagi Australia karena kerjasama militer ini merupakan kerjasama yang paling krusial," jelas Nurhayati.(*)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013