Tidak ada negara yang tidak memiliki musuh. Seharusnya Indonesia perlu memilah mana kawan mana lawan, bukan semua dianggap kawan,"Jakarta (ANTARA News) - Pandangan politik luar negeri Indonesia yang diterjemahkan dengan ungkapan "million friends and zero enemy" perlu dikritisi dan ditinjau kembali, kata Ketua Komisi I DPR RI yang membawahkan urusan luar negeri, Mahfudz Siddiq.
"Tidak ada negara yang tidak memiliki musuh. Seharusnya Indonesia perlu memilah mana kawan mana lawan, bukan semua dianggap kawan," kata Mahfudz dalam diskusi "Penyadapan dan Intelejen Kita." di Jakarta, Jumat
Masyarakat Indonesia baru saja dikecawakan oleh sikap negeri tetangga dekat Australia karena insiden penyadapan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan lingkaran dalamnya.
Pandangan "jutaan teman dan tidak memiliki musuh" menurut Mahfudz menimbulkan kesan negara tidak memiliki sikap dan tidak memetakan kebijakan luar negeri yang strategis.
"Tidak ada referensi jelas mana kawan dan mana lawan," ucapnya.
Beberapa pengamat hubungan internasional juga sebelumnya pernah mengkritisi pandangan ini, karena membuat Indonesia seperti tidak memiliki identitas.
Pandangan tersebut dikemukakan Presiden SBY pada 2009 saat dirinya terpilih kembali menjadi kepala negara.
Selain itu, dalam kasus penyadapan, Indonesia, dengan pandangan luar negeri "jutaan teman dan tidak ada musuh", memang bukan bagian lingkaran aliansi sinyal intelijen dunia.
Yang dimaksud Mahfudz adalah aliansi kegiatan intelejen dunia "lima mata" (five eyes) yang diprakarsai Amerika Serikat (AS) dan beranggotakan Australia, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru.
"Indonesia tidak termasuk bagian dari aliansi tersebut, ya sebenarnya wajar jika dijadikan target penyadapan," katanya.
Hal yang dapat dilakukan Indonesia sekarang, kata dia, bersikap tegas terhadap negara-negara yang terbukti melakukan penyadapan, termasuk juga AS, dan membenahi sistem keamanan informasi pejabat negara.
Indonesia juga dihadapkan pada tantangan untuk membentuk fungsi kontra-intelejen pada Lembaga Sandi Negara dan Badan Intelejen Negara untuk memperkuat sistem informasi rahasia, ujar dia.(*)
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013