Trenggalek, Jatim (ANTARA) - Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak beserta istri, Arumi Bachsin, tampak ikut hadir memeriahkan perayaan Lebaran Ketupat yang sudah menjadi tradisi turun-menurun di Kabupaten Trenggalek, kota kelahiran ayahandanya, (alm) Hermanto Dardak, Rabu.
Tampil dengan setelan busana Muslim lengkap dengan peci hitam, Emil-Arumi menyempatkan lebih dulu sowan atau beranjangsana ke kediaman Pengasuh Ponpes Babul Ulum Durenan Trenggalek, Kyai Abdul Fattah Mu’in.
Kehadiran tokoh yang pernah menjabat sebagai bupati Trenggalek itu sontak mencuri perhatian masyarakat.
Emil mengaku bersyukur bisa mengikuti kegiatan itu.
"Kegiatan perayaan kupatan di wilayah timur Trenggalek dinilai memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan perayaan di daerah-daerah lain. Sebab, nuansa religi dan kebersamaan cukup terasa," kata Emil usai sowan ke Ponpes Babul Ulum Durenan.
Usai sungkem ke kediaman KH Abdul Fattah Mu’in, Emil sempat menyapa warga sekitar pondok yang ikut memeriahkan perayaan Lebaran Ketupat.
Baca juga: Pemkab Lombok Tengah gelar tradisi Lebaran Topat
Baca juga: Pemkab Pasaman Barat apresiasi tradisi "Manjalang" Buya Lubuak Landua
Tak sedikit warga yang berebut salaman dengan Emil maupun Arumi Bachsin.
"Alhamdulillah ramai sekali perayaan kupatan di Trenggalek, yang paling dikangenin saat Lebaran ketupat ya ketupatnya dan ayam lodhonya," kata Arumi usai menyalami warga dan hendak beranjak menuju kediaman keluarga besar Emil Dardak di Kota Trenggalek.
Tradisi kupatan massal di Trenggalek saat ini bukan hanya berbicara soal saling berbagi ketupat dan silaturahim.
Tradisi yang disebut sudah berlangsung lebih dari dua abad itu saat ini juga merambah jadi destinasi wisata.
Berkaca dari historis dan tingginya animo masyarakat itu membuat pemerintah daerah setempat memasukkan kegiatan itu dalam kalender event tahunan Trenggalek.
Di balik tradisi itu, Ponpes Babul Ulum Durenan Trenggalek menjadi cikal bakal lahirnya tradisi kupatan massal yang hingga kini terus dilestarikan.
Dipelopori oleh Mbah Mesir atau Kyai Abdul Masir seorang tokoh Islam Trenggalek, tradisi kupatan itu disebut berlangsung lebih dari 200 tahun.
Awalnya tradisi itu hanya terbatas di lingkungan pondok untuk merayakan lebaran setelah menjalani enam hari puasa Syawal usai hari raya Idul Fitri.
Seiring waktu, tradisi kupatan menyebar dan diikuti oleh warga masyarakat sekitar hingga saat ini. Bahkan saat ini kegiatan itu masuk dalam kalender wisata Trenggalek.
"Tradisi kupatan di Durenan ini memiliki ciri khas dan tidak bisa ditiru tempat lain, yakni silaturahmi kepada guru agama dan warga sekitar yang nantinya disuguhkan hidangan ketupat," kata Kyai Fattah Mu’in.
Selain berebut tumpeng ketupat pasca dikirab dari lingkungan pondok, masyarakat juga dapat menikmati ketupat gratis yang disuguhkan di rumah-rumah warga.
Tradisi lebaran ketupat ini tidak hanya sekadar memasak, bertukar dan menyantap hidangan bersama, tetapi juga menjadi ajang berbagi dan silaturahim antarwarga, termasuk para pengunjung dari luar daerah yang melihat prosesi itu.
Baca juga: Bupati Blitar: Lebaran Ketupat, budaya yang harus dilestarikan
Baca juga: Ratusan warga Sruni Boyolali arak sapi, rayakan Lebaran Ketupat
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024