"Saya terlambat datang kuliah karena semalam menyelesaikan pekerjaan sampai pukul 04.00 pagi. Saya baru tidur sehabis shalat subuh dan bangun terlambat," kata Dikka Hermansyah saat ditemui seusai jam istirahat kuliah.
Pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini adalah satu dari ratusan tenaga kerja Indonesia atau TKI yang kuliah di Universitas Terbuka (UT) di Korea Selatan.
Bukan kali ini saja Dikka menghadapi masalah dengan terbatasnya waktu dalam bekerja dan kuliah di negeri orang. Sudah tidak terhitung ia tertidur di kereta dalam perjalanan dari Ansan ke kampus "Soeul National University of Education" di Kota Seoul.
Tidak jarang ia nyasar ke stasiun lain karena tak kuat menahan kantuk. Untuk mencapai kampus, ia memerlukan waktu sekitar 1,5 jam dengan "subway".
Bukan soal membagi waktu dengan pekerjaan utama saja yang membuat Dikka kurang tidur. Pria yang sudah tujuh tahun bekerja di Korea Selatan itu juga memiliki banyak kegiatan di dunia hiburan, seperti menjadi "MC" (pembawa acara), penyiar radio, bahkan menjadi pemain dalam film drama.
"Saya pernah pingsan di tempat bekerja saat kuliah di semester dua. Waktu itu saya memang sedang banyak tugas sehingga hanya bisa tidur pada pukul 03.00 dan pukul 08.00 harus kembali ke tempat kerja. Akhirnya saya dirawat di rumah sakit dan oleh dokter disuruh banyak istirahat," ucapnya, mengenang.
Selain bekerja di perusahaan, aktif menjadi MC dan penyiar, kadang Dikka masih menyempatkan diri membantu menjaga gerai telepon seluler yang pemiliknya sudah ia kenal baik. Ia juga masih aktif di komunitas masyarakat Indonesia di Korea.
Ia mengaku bersyukur bisa sambil kuliah di Korea Selatan. Waktunya tidak terbuang dengan hanya menonton televisi saat libur bekerja. Hal yang paling menyenangkan dari kuliah ini adalah mengobati mimpi di masa lalu untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Meskipun tertunda, akhirnya cita-cita itu tergapai juga.
Lahir dan besar di Sape, Kabupaten Bima, Dikka dididik bekerja keras sejak kecil. Maklum ia sudah ditinggal kedua orang tuanya ketika masih SMP. Meskipun hidup dalam kesusahan sebagai yatim piatu, Dikka termasuk anak yang pintar, bahkan selalu rangking di kelas. Karena itu ia seringkali mendapatkan beasiswa yang dirasakan sangat membantu agar bisa mengenyam pendidikan.
Setelah lulus SMA tahun 1999, dia mencoba peruntungan ikut tes perguruan tinggi di Malang dan diterima. Kesempatan itu tidak diambilnya karena pertimbangan biaya kuliah di rantau. Ketika pamannya yang bekerja di Jakarta mengajaknya merantau, ia pun mengikuti.
Di Jakarta ia bekerja di perusahaan sepatu dan pernah mencoba peruntungan di dunia modeling. Pada 2005 kakaknya menawari lowongan pekerjaan di Korea Selatan. Tanpa pikir panjang, kesempatan itu diambilnya. Sejak itulah ia bekerja di perusahaan tekstil di kawasan Ansan.
Hasil keringatnya selama tujuh tahun ia wujudkan dalam bentuk rumah keluarga di Sape, membeli bus mini sehingga menyediakan pekerjaan bagi keluarganya, serta uang tabungan.
Di dunia akting, Dikka pernah bermain peran sebagai tokoh antagonis bernama Oh Myung Jun dalam film "Hero" pada 2012. Film drama itu ditampilkan di jaringan televisi besar di Korea Selatan, KBS (Korea Broadcasting System). Pada awal 2013 ia juga terlibat peran dalam sebuah film drama. Beberapa waktu lalu ia kembali berakting dalam film lain.
"Awalnya saya bisa main film drama itu karena di tempat kerja saya ada orang Korea juga. Dia punya teman yang sedang mencari figur dari Asia. Karena tahu saya juga berkecimpung di dunia modeling, maka saya diajak," ungkapnya.
Setelah sekian lama bekerja di negeri orang, Dikka masih menyimpan harapan untuk bisa kembali ke Indonesia. Dengan bekal pengalaman ditambah ilmu dari bangku kuliah, dirinya berharap bisa mengembangkan talenta di dunia hiburan kelak.
Berinteraksi sekian lama dengan orang Korea, ia berkesimpulan bahwa negara ini maju karena rakyat dan pemerintahnya bekerja keras. Karena itu ia berharap, generasi muda Indonesia juga bisa meniru kerja keras orang Korea agar kelak bisa menjadi negara maju.
"Kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Jangan sia-siakan waktu yang ada. Bangsa kita memiliki banyak sumber daya alam dan jika diimbangi dengan bekerja keras, maka hasilnya pasti luar biasa," tukas lelaki yang juga pintar memasak ini.
Suray, salah seorang tutor di UT Korea Selatan mengemukakan bahwa Dikka adalah orang yang luar biasa. Ia dinilai tidak pernah menyia-nyiakan waktu luangnya selama berada di negeri Korea.
"Kalau saya lihat dan sepengetahuan saya, Dikka itu orang yang selalu merasa bahwa dalam sehari itu ada 27 jam, bukan 24. Di sela-sela sibuk pun dia tetap mencari keusilan, kesibukan dan keasyikan," ujarnya, menilai.
Menurut dia, dari cara bicaramya akan tampak bahwa Dikka adalah seorang yang cerdas dan selalu ingin belajar atau ingin tahu. Dikka adalah sosok yang sangat tahu apa yang diinginkan buat dirinya.
Sementara Frida, tutor lain di UT Korea juga mengaku mengenal Dikka sebagai pekerja yang multitalenta. Meskipun tidak mengenal secara dekat, namun ia sangat kagum dengan etos kerja dan semangatnya dalam menjalankan aktivitas di Korea Selatan.
"Mungkin tidak semua teman-teman pekerja di Korea ini berjuang seperti itu ya. Tapi secara umum, menurut saya mereka adalah orang-orang yang luar biasa," katanya.
Oleh Masuki M Astro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013