Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah telah menunjukkan kesungguhan dalam membangun kebijakan ekonomi makro, sehingga stabilitas moneter diharapkan berpotensi dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun kemajuan dalam kebijakan ekonomi makro belum betul-betul berhasil membangkitkan ekonomi di sektor riil. Demikian hasil pengamatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam kunjungan ke daerah yang disampaikan Ketua DPD, Ginanjar Kartasasmita, dalam Sidang Paripurna Khusus DPD dengan agenda Penyampaian Pidato Presiden tentang Pembangunan Daerah dalam RAPBN 2007 di Gedung DPD Senayan Jakarta, Rabu. DPD menyadari besarnya tantangan dan kendala yang dihadapi pemerintah, namun sebagai wakil rakyat, wajib bagi DPD menyampaikan pandangan kritis sebagai masukan untuk kebijakan-kebijakan pemerintah ke depan. Hal itu sesuai dengan fungsi utama DPD, yaitu menampung aspirasi masyarakat. Ginanjar menjelaskan akibat belum maksimalnya keberhasilan kebijakan ekonomi makro, maka kemiskinan dan pengangguran masih belum menunjukkan tanda-tanda teratasi dan kerawanan sosial masih terus berlangsung. Pertumbuhan ekonomi utamanya didukung oleh peningkatan konsumsi dan belum oleh investasi baru. Karena itu, DPD berpendapat kebijakan ekonomi makro, terutama kebijakan fiskal, perlu dikaitkan dengan upaya mengatasi kemiskinan dan pengangguran, kesenjangan antar daerah, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga regional. Proses desentralisasi yang sudah berjalan masih perlu diperbaiki. Desentralisasi fiskal yang tepat dapat mendorong efisiensi dan kebangkitan sektor riil dengan mendekatkan pusat-pusat pelayanan dan jasa kepada masyarakat dan memperpendek mata rantai antara produsen dan konsumen. "Karena itu, pembangunan kepemerintahan yang baik di daerah harus menjadi prioritas dan terstruktur dengan jelas dalam APBN," kata Ginanjar. Komitmen itu harus tecermin dalam peningkatan yang beratti pada alokasi belanja daerah dalam APBN 2007. Dalam kaitan itu, kebijakan dekonsentrasi patut dikaji ulang kesesuaiannya dengan upaya untuk mengembangkan otonomi daerah yang kuat, nyata dan bertanggungjawab. Belanja pmerintah pusat yang berkaitan dengan kegiatan yang sudah diserahkan ke daerah dalam rangka otonomi daerah harus dikembakikan ke belanja daerah, baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Kekayaan alam Ginanjar juga menyinggung mengenai kekayaan sumber alam yang telah digunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam Dana Bagi Hasil (DBH) sumber alam. Namun ketersediaan sumber alam tidak merata di semua daerah. DBH ini menimbulkan keberuntungan yang banyak bagi daerah penghasil, tetapi menimbulkan kesenjangan pendapatan yang besar antara daerah penghasil dengan daerah lainnya. Karena itu, daerah yang tidak memiliki sumber daya alam dan tidak mempuyai DAU yang cukup, memerlukan dukungan yang lebih besar untuk dapat bangun dari kemiskinan dan ketertinggalan. Ini merupakan tanggungjawab yang penting dari pemerintah pusat. "Secara khusus kami minta prhatian terhadap daerah-daerah pasca konflik dan masih berpotensi konflik agar segera publik kembali," katanya. DPD juga meminta perhatian pemerintah untuk dapat mengalokasikan anggaran khusus bagi daerah perbatasan dan propinsi-propinsi kepulauan. Selain kegiatan pembangunan yang secara penuh dilaksanakan oleh pemerintah, perlu lebih dikembangkan peranserta masyarakat untuk membangun kesejahteraannya. Keberhasilan pemerintah membangun daerah harus diukur dan ditunjukkan dengan indikator keberdayaan masyarakat untuk membangun dirinya secara mandiri. Kerangka regulasi dan kerangka investasi pemerintah dan layanan publik harus dikembangkan secara berimbang untuk membangun masyarakat yang kuat. Dalam kaitan itu, DPD akan menyelenggarakan "Indonesian Regional Invesment Forum" pada awal Nopember 2006 yang akan dibuka Presiden dan diikuti kepala-kepala daerah yang telah siap dengan promosi investasinya. (*)
Copyright © ANTARA 2006