Aden (ANTARA News) - Aparat keamanan menangkap empat wanita yang diduga gerilyawati Al Qaida di Yaman tenggara ketika mereka berusaha melarikan diri dari lokasi bentrokan mematikan antara polisi dan militan, kata seorang pejabat keamanan, Kamis.

Para tersangka, tiga diantaranya keturunan Arab Saudi, ditangkap Rabu ketika mereka berusaha meninggalkan sebuah rumah di Shahr di provinsi pangkalan militan, Hadramawt, kata sumber itu, lapor AFP.

Militan-militan Al Qaida yang bersembunyi di dua rumah memberondongkan tembakan ke arah polisi yang memeriksa daerah itu, dan tiga orang dari masing-masing pihak tewas, kata polisi, Rabu.

Sejumlah saksi mengkonfirmasi penangkapan empat wanita bercadar, yang kata mereka meninggalkan salah satu rumah itu dengan membawa seorang anak melalui pintu belakang.

Wanita-wanita itu kemudian diterbangkan dengan helikopter ke Sanaa, kata pejabat itu, tanpa penjelasan lebih lanjut.

Keadaan tegang di Shahr, Kamis, ketika pasukan pemerintah membuat rintangan-rintangan jalan dan meningkatkan pengamanan, kata penduduk.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013