"Kalau memang legitimate, dokumen jelas, perusahaan ada dan memang memiliki tagihan, kita harus bayar. Tapi saya yakin banyak di antara mereka yang sekarang sudah tidak ada," jelas Menkeu.

Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan akan memfokuskan penanganan tagihan tunggakan restitusi pajak yang terakhir masuk ("last-in") karena adanya kekhawatiran terganggunya "cash-flow" perusahaan-perusahaan pemohon restitusi. "Yang jadi prioritas kita sekarang adalah `last-in` atau tagihan terakhir karena sudah pasti perusahaannya masih jalan, dan kita tidak ingin mereka kesulitan `cash-flow` karena persoalan ini," kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa. Menkeu menegaskan pihaknya akan membayar semua tagihan yang terbukti "legitimate" dan didukung oleh persyaratn dokumentasi yang lengkap, meskipun itu adalah tagihan yang merupakan persoalan warisan atau yang berasal dari tahun anggaran sebelumnya.. "Kalau memang legitimate, dokumen jelas, perusahaan ada dan memang memiliki tagihan, kita harus bayar. Tapi saya yakin banyak di antara mereka yang sekarang sudah tidak ada," jelas Menkeu. Hal itu juga, menurutnya, yang menjadi alasan Depkeu butuh waktu sekitar satu tahun untuk mengidentifikasi sebelum bisa memastikan apakah sebuah klaim pembayaran tunggakan restitusi bisa dibayar atau tidak. Untuk tunggakan restitusi pajak dari tahun anggaran 2001 hingga 2006, Menkeu menegaskan pihaknya akan merunut terus ke belakang untuk memperjelas masalah keterlambatan pembayaran tersebut. "Kalau memang nanti ada konsekuensi fiskal, kita akan laporkan ke Presiden dan DPR karena itu harus masuk ke dalam APBN," ungkap Menkeu. Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), MS Hidayat meminta agar pemerintah segera menentukan nasib permohonan restitusi pajak yang tertunggak sejak 2001-2005. "Akhirnya mesti jelas. Kalau faktanya ada yang bertahun-tahun diminta melengkapi dan dia tidak melengkapi, panggil saja. Kalau terbukti tidak bisa, ya di`drop`," kata Ketua Kadin, MS Hidayat di Gedung Depkeu, Jakarta, Selasa. Dia mengkhawatirkan jika hal tersebut terus dibiarkan maka hal itu bisa menjadi justifikasi atau pembenaran bagi Ditjen Pajak untuk tidak membayar. Sebelumnya, Ketua Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional (Bapekki) Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa untuk pembayaran tagihan restitusi pajak 2001-2006 sebesar Rp10,02 triliun dipastikan tidak akan membebani APBN karena sistem yang dilakukan dalam APBN adalah sistem perhitungan netto.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006