Saya sendiri memprediksi The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga sampai tengah tahun ini karena tingkat inflasi AS masih di atas target

Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro menilai, pelemahan rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh melesetnya spekulasi pasar terkait kebijakan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed.

Menurutnya, pasar mengira bahwa The Fed akan segera menurunkan tingkat suku bunga acuan dalam waktu dekat, namun hingga saat ini The Fed masih belum memutuskan kebijakan tersebut.

Bahkan rupiah telah melemah sebelum adanya serangan Iran ke Israel pada Sabtu malam (13/4) karena dolar AS terus menguat dibandingkan mata uang lain.

"Saya sendiri memprediksi The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga sampai tengah tahun ini karena tingkat inflasi AS masih di atas target. Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius. Ini bisa membuat rupiah tertekan," kata Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang diselenggarakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual di Jakarta, Senin.

Bambang mengatakan, kondisi eksternal menjadi penyebab utama nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.

Sedangkan pascaserangan Iran ke Israel, Bambang memprediksi The Fed justru akan mempertahankan suku bunga acuan lebih lama lagi.

"Jadi intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan," katanya.

Lebih lanjut, Bambang menilai Bank Indonesia (BI) saat ini harus bisa menahan agar fluktuasi nilai tukar dolar AS bisa lebih stabil.

Sebagai langkah antisipasi dampak suku bunga The Fed, BI diperkirakan akan tetap melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.

Dia juga menambahkan bahwa keputusan untuk menaikkan suku bunga BI bukan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi dolar AS saat ini yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya.

Sebagai informasi, saat ini kondisi global tengah berhadapan dengan ketegangan konflik antara Iran dengan Israel.

Konflik terbaru antara Iran dan Israel dipicu oleh serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak (drone) ke Israel pada Sabtu malam (13/4).

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengatakan, secara fundamental perekonomian Indonesia relatif masih cukup kuat.

Pertumbuhan ekonomi masih terjaga di atas 5 persen dengan inflasi yang terkendali.

Sampai dengan Februari 2024, neraca perdagangan Indonesia juga masih mengalami surplus, dan menopang Cadangan Devisa yang pada posisi terakhir di Maret 2024 tercatat masih kuat.

“Pastinya pemerintah tidak tinggal diam, kita akan siapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memastikan agar perekonomian nasional tidak terdampak lebih jauh. Tentunya tingkat kepercayaan pasar kepada kemampuan perekonomian nasional untuk merespons dampak eskalasi konflik mesti kita jaga,” tegas Menko Airlangga.


Baca juga: Rupiah Jumat pagi tergelincir ke level Rp15.912 per dolar AS
Baca juga: Pemudik rela antre tukar uang baru di rest area KM 57 Tol Japek
Baca juga: Berharap rupiah berlipat dari kulit ketupat

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024