Jakarta (ANTARA News) - Yunus Yosfiah dianggap layak untuk menggantikan Ketua Umum Pengurus Harian Pusat (PHP) DPP PPP Hamzah Haz karena merupakan salah seorang tokoh pelopor kemerdekaan pers, kata seorang fungsionaris partai Islam itu. "Figur Yunus Yosfiah pantas disejajarkan dengan tokoh nasional lain yang kini memimpin partai-partai," kata Wakil Ketua Litbang DPP PPP Mahmud F Rakasima dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan via email, di Jakarta, Selasa. Selain Yunus Yosfiah, menjelang penyelenggaraan Muktamar VI PPP awal Januari 2007, muncul sejumlah nama calon pemimpin partai berlambang Kabah itu, antara lain Endin AJ Soefihara, Arif Mudatsir, Suryadharma Ali, dan Alimarwan Hanan. Mahmud mengatakan figur Letjen (Purn) Yunus Yosfiah yang kini anggota DPR-RI, dikenal sebagai salah seorang pelopor kemerdekaan pers, karena saat menjabat menteri penerangan pada era pemerintahan Presiden BJ Habibie, ia mencabut Surat Keputusan Menpen era Harmoko tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Mengenai ketokohannya di partai, Yunus yang juga menjabat Sekretaris Umum PHP DPP PPP mampu menjaga solidiratas partai, sekaligus menjadi pembaru di tubuh partai. "Yunus juga diyakini dapat membangun kewibawaan politik PPP, jika harus mengambil langkah-langkah koalisi dengan sejumlah partai pada Pemilu 2009," katanya. Ia menambahkan, Yunus dipastikan tidak mudah didikte oleh kekuatan mana pun sehingga membuat dinamika internal partai menjadi kuat serta terpelihara keutuhannya. Mahmud menilai, secara internal posisi Yunus sebenarnya lebih menguntungkan untuk memimpin PPP, karena tidak berada dalam tarik menarik kepentingan kelompok atau pun unsur di dalam partai. "Yunus Yosfiah tidak mewakili persoalan unsur atau kelompok. Jadi, saya yakin sosoknya mudah diterima oleh semua pihak di dalam PPP," katanya. Dengan demikian, kehadiran Yunus akan dipandang sebagai kekuatan tengah yang dapat menjadi pengayom semua kelompok, sekaligus perekat untuk menjamin keutuhan di lingkungan partai, sehingga keberadaan unsur akan semakin cair sebagai kekayaan politik PPP, bukan justru menjadi kemelut bagi perkembangan partai, katanya. PPP berdiri 5 Januari 1973 berdasarkan fusi empat parpol saat itu, yakni Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Nahdlatul Ulama (NU), Sarikat Islam (SI), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Bekas partai-partai itu dikenal sebagai unsur-unsur PPP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006