Jakarta (ANTARA) - Pelaku usaha UMKM lokal menilai hadirnya “keranjang kuning” TikTok Shop yang kini berganti ke platform ‘Shop I Tokopedia” di aplikasi TikTok dinilai sangat berdampak dalam mendorong animo masyarakat untuk berbelanja produk-produk brand lokal Indonesia.
Hal itu lantaran kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan kepada konsumen lewat platform Shop Tokopedia yang menggabungkan media sosial dan e-commerce serta sistem elektronik sepenuhnya dikelola oleh PT Tokopedia.
Menurut Co-founder dan CEO Gently Indonesia, brand skincare perawatan kulit bayi dan anak-anak, Nyoman Anjani, kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia yang menghadirkan lagi keranjang kuning di platform Shop Tokopedia diharapkan akan semakin mendorong kenyamanan konsumen berbelanja.
Baca juga: Tren belanja daring jelang Lebaran 2024 di Tokopedia dan TikTok
“Sebenarnya TikTok itu sosial media, ketika mereka menjadi e-commerce, bisa jadi kaya e-commerce lainnya. Jadi orang melihat dashboard-nya itu dashboard e-commerce, tapi ketika dia sosial media, kita bisa scrolling langsung bisa belanja (setelah kerja sama dengan Tokopedia), enak, engga usah keluar dari platform,” kata Nyoman kepada wartawan.
Sebagai informasi, keranjang kuning adalah tombol yang biasanya tersedia di unggahan video dan siaran langsung (Live) pada aplikasi TikTok. Tombol tersebut fungsinya untuk mengakses layanan transaksi barang yang diperdagangkan di TikTok alias TikTok Shop.
Setelah transisi perpindahan sistem elektronik TikTok Shop ke Tokopedia rampung per 27 Maret 2024 lalu, sehingga platformnya berubah menjadi Shop Tokopedia, konsumen bisa menikmati hadirnya keranjang kuning lagi.
Baca juga: Pemisahan sistem TikTok-Tokopedia di balik layar dinilai lebih aman
Namun menariknya, pengguna bisa mematikan fitur keranjang kuning itu pada konten-konten di media sosial TikTok, baik di konten video maupun live di aplikasi TikTok, dengan menekan klik privasi untuk menonaktifkan fitur ini.
Dengan mematikan fitur itu, pengguna tidak akan melihat rekomendasi produk di fitur ‘Shop Tokopedia’, ‘Halaman TikTok Untuk Anda’, dan ‘Pencarian TikTok’.
Beda Segmen
Nyoman menilai alasan di balik impulsifnya pengguna TikTok berbelanja ialah karena secara tipikal atau segmen pasar ada perbedaan antara TikTok Shop dengan e-commerce lainnya.
Mantan Country Manager for Digital Transformation and Sustainability Unilever Indonesia ini mengatakan nature konsumen TikTok Shop dan Tokopedia serta e-commerce lainnya berbeda, misalnya kelas A dan kelas B.
Baca juga: Tokopedia: Proses migrasi TikTok telah rampung sesuai Permendag 31
“Saran saya sih biarin terpisah kayak gini [beda platform] saja karena ceruk market-nya tuh emang unik sih per masing-masing platform enggak bisa digabung orang yang sudah biasa pakai Tokopedia beda dengan TikTok Shop, juga sebaliknya,” ungkapnya.
Penilaian Nyoman soal impulsif konsumen TIkTok pun tercermin dalam riset yang diterbitkan TikTok dan Boston Consulting Group (BCG) yang dirilis Agustus 2022.
Riset ini menunjukkan 60 persen transaksi konsumen TikTok di Asia Pasifik (termasuk Indonesia), didorong berdasarkan kebiasaan konsumen dan fokusnya pada produk dan jasa yang sudah ada atau familiar tanpa mereka mempertimbangkan opsi-opsi baru.
Sementara itu ada 40 persen transaksi konsumen di mana mereka secara aktif mempertimbangkan produk baru, dan beralih brand.
Di Indonesia, masih menurut riset itu, sebanyak 83 persen dari responden menyatakan bahwa mereka menonton video yang kemudian berlanjut menjadi pembelian.
Baca juga: Migrasi Tiktok Shop ke Tokopedia, Ekonom apresiasi keberpihakan pemerintah terhadap UMKM
Selain itu, konten video mempengaruhi keputusan mereka untuk membeli kategori fashion, kecantikan, dan elektronik mencapai lebih dari 50 persen.
Nyoman bercerita selama ini kanal TikTok Shop mampu menyumbang 50 persen pendapatan perusahaan dari penjualan online dibandingkan dengan platform lain. Ketika TikTok Shop kolaborasi dengan Tokopedia, penjualan perusahaan kembali ke titik normal ke angka pendapatan sebelum TikTok Shop ditutup.
“Jadi semua video yang dahulu ada keranjang kuningnya naik lagi, jadi ada keranjang kuning lagi, orang bisa langsung check out. That’s why penghasilannya langsung balik kayak normal kayak sebelum tutup ya itu sih yang amazing,” kata Nyoman yang kini didukung sekitar 14.000 afiliator TikTok ini.
Nyoman mengatakan lebih baik kolaborasi ini dipertahankan karena azas kepraktisan itu mendorong pertumbuhan bisnis dan kenyamanan konsumen.
“Ketika itu dipisah step by step orang untuk melakukan transaksi menjadi lebih panjang dan itu ‘somehow’ apa ya potensi nggak jadi order tuh jadi lebih tinggi karena kan repot keluar platform dulu, loading dulu,” ujarnya.
Baca juga: Kolaborasi TikTok-Tokopedia dinilai beri efek positif ke logistik RI
Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024