Gianyar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika berharap para ahli hukum di Provinsi Bali dapat membantu melindungi karya cipta para seniman sebagai sumbangsih mereka terhadap warisan budaya leluhur.
"Seni musik, seni ukir, seni lukis, seni rupa dan sebagainya, banyak sekali yang tidak terlindungi karena memang secara turun-temurun kita sangat terikat dengan hak komunal," kata Pastika saat mengadakan kunjungan kerja ke Sanggar Bona Alit di Kabupaten Gianyar, Rabu.
Dalam kunjungan itu, ia berbincang dengan pendiri Sanggar Bona Alit yaitu I Gusti Ngurah Adi Putra (Agung Alit) dan Ni Gusti Made Rai Sumadi.
Turut hadir Penglingsir Puri Ageng Blahbatuh Anak Agung Ngurah Alit Kakarsana dan sejumlah mahasiswa serta para anggota Sanggar Bona Alit.
"Orang Bali banyak karyanya yang anonim. Masyarakat Bali yang terikat hak komunal sehingga kalau menciptakan suatu karya seni, sulit sekali mengakui kalau dia yang punya. Seringkali seniman Bali merasa bangga kalau karyanya banyak yang meniru," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Menurut dia, kalau ditiru untuk kepentingan sendiri berkesenian tentu tidak masalah. "Tetapi kalau ditiru, kemudian didaftarkan sebagai hak cipta sendiri dan untuk dijual, apalagi yang menciptakan kemudian disebut pemalsu dan ditangkap kan kasihan. Hal seperti ini sudah berulang kali terjadi," ujarnya lagi.
Para seniman Bali, lanjut Pastika, seringkali kurang mengerti terkait perlindungan hukum karya intelektual dan sudah senang dengan menciptakan suatu karya seni dan apalagi kalau banyak orang senang.
"Tidak boleh lagi terjadi demikian. Jangan biarkan seniman berjuang sendiri karena mereka tidak mengerti," ujar Pastika yang tak maju lagi sebagai anggota DPD itu.
Baca juga: Pemkab Badung bersama masyarakat Kuta lestarikan seni dan budaya Bali
Baca juga: Seniman Bali dan Australia pamerkan karya refleksi masa depan bumi
Baca juga: GWK gandeng pemuda lestarikan seni baleganjur Bali
Seniman yang juga pendiri Sanggar Bona Alit I Gusti Ngurah Adi Putra (Agung Alit) mengatakan dalam beberapa waktu terakhir banyak hasil karyanya yang diklaim oleh pihak lain, sehingga menyebabkan ia kesulitan ketika akan menggunakan kembali karyanya ketika akan pentas di India.
"Banyak karya kami yang diklaim banyak orang dan kami berharap bisa kembali ke tempatnya," ujar seniman yang telah mendirikan sanggar seni sejak tahun 1996 dan telah melakukan lawatan seni ke berbagai negara itu.
Agung Alit melalui sanggarnya telah menggebrak seni musik tradisi melalui sejumlah alat musik yang dibuat sendiri. Tidak hanya membuat alat musik sendiri, termasuk nada-nadanya dibuat sendiri sehingga alat musik gamelan dapat menyesuaikan dengan musik tradisi maupun modern.
"Saya sering mengingatkan generasi muda agar tidak semata-mata sebagai seniman pewaris tetapi apa yang bisa kita wariskan untuk memperkaya khasanah Bali dengan adat dan budayanya," ucap pengajar di Pascasarjana ISI Denpasar dan Hong Kong University itu.
Menurut dia, memang mempertahankan tradisi yang sudah diwariskan sebuah keharusan, tetapi juga tidak boleh berhenti berinovasi agar Bali memiliki daya tahan di tengah persaingan global.
Selain itu, Agung Alit bersama sanggarnya juga melakukan aksi sosial memberikan terapi musik bagi para pasien di Rumah Sakit Jiwa di Kabupaten Bangli hingga di Semarang dan DKI Jakarta.
"Kami berharap aksi sosial yang telah kami laksanakan bisa dilanjutkan oleh seniman lain. Di mana posisi kita harus berhitung dan mencari uang, di mana kita ngayah (mengabdi), dan dimana melakukan aksi sosial," katanya.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024