Gaza (ANTARA) - Perasaan terkejut dan tidak percaya menyelimuti sebagian besar penduduk Kota Khan Younis begitu mereka kembali ke kota di sebelah selatan Jalur Gaza itu dan menyaksikan kehancuran masif di sana.
Militer Israel pada Minggu (7/4) menyatakan bahwa pasukannya mundur dari Khan Younis setelah mengakhiri misi untuk menghabisi Brigade Al-Qassam di wilayah tersebut.
Mohammed Shurrab (42), seorang pria asal Khan Younis, merupakan salah satu dari puluhan ribu penduduk setempat yang bergegas ke daerah mereka untuk memeriksa situasi di sana.
Namun setibanya di sana, dia menangis dan berkata, "Di mana rumah kami? Di mana kehidupan kami yang dulu di sini? Kapan semua kehancuran ini terjadi? Apakah gempa bumi dahsyat menimpa kami?"
"Saya tidak punya rumah sekarang. Saya kehilangan harapan terakhir saya untuk kembali ke rumah dan meninggalkan kehidupan yang menyedihkan di kamp-kamp pengungsian," kata ayah lima anak itu kepada Xinhua setelah beberapa kali berusaha menenangkan diri.
"Mereka (pasukan Israel) menghancurkan semua mimpi dan kehidupan kami.... Mereka ingin menggusur kami dari tanah kami dengan cara apa pun," keluh pria yang berduka itu sembari berupaya menyingkirkan reruntuhan, walaupun sia-sia.
Lebih lanjut, Shurrab mengungkapkan ketakutannya bahwa dia akan tetap menjadi "tunawisma" sepanjang hidupnya, sama seperti yang terjadi pada kakek dan neneknya saat Nakba (yang berarti "bencana" dalam bahasa Arab) pada 1948 silam.
Sabreen Al-Najjar (47), seorang wanita Palestina yang tinggal di Khan Younis, bersama dengan tim Pertahanan Sipil sibuk mencari jasad putranya, yang tewas dalam sebuah serangan Israel dan masih terkubur di bawah reruntuhan.
Tidak jauh berbeda dari Shurrab, Mustafa Barbakh (55), seorang warga Khan Younis lainnya, berdiri mengamati bangunan-bangunan yang hancur di daerah Al Sikka, berusaha mencari rumahnya di antara tumpukan puing-puing yang berserakan di mana-mana.
"Tidak ada kata-kata yang dapat menjelaskan bencana ini.... Tidak ada yang bisa percaya bahwa kehancuran ini adalah ulah manusia. Ini terlihat seperti gempa bumi yang melanda kawasan kami," kata ayah sembilan anak itu kepada Xinhua.
Sabreen Al-Najjar (47), seorang wanita Palestina yang tinggal di Khan Younis, bersama dengan tim Pertahanan Sipil sibuk mencari jasad putranya, yang tewas dalam sebuah serangan Israel dan masih terkubur di bawah reruntuhan.
Sumber-sumber keamanan Palestina mengatakan bahwa militer Israel sengaja menghancurkan seluruh blok permukiman dan semua infrastruktur di Khan Younis agar tidak bisa dihuni.
"Pasukan Israel memaksa kami untuk membayar harga atas perang saat ini, meskipun kami tidak memiliki kesalahan apa pun," kata ibu tujuh anak itu kepada Xinhua.
"Kami tidak akan memaafkan mereka atas apa yang mereka lakukan pada kota kami, termasuk merampas semua kebutuhan hidup kami.... Mereka membuat kami kembali ke Zaman Batu," tambahnya.
Al-Najjar, Shurrab, dan Barbakh mengatakan mereka tidak dapat kembali ke Khan Younis dan akan tetap tinggal di tenda-tenda mereka sampai menemukan solusi yang lebih baik atau ada yang menawari mereka tempat tinggal.
Sumber-sumber keamanan Palestina mengatakan bahwa militer Israel sengaja menghancurkan seluruh blok permukiman dan semua infrastruktur di Khan Younis agar tidak bisa dihuni
Tim Pertahanan Sipil Palestina melaporkan bahwa mereka menghadapi tantangan yang signifikan dalam menavigasi jalan utama dan sekunder yang rusak parah guna mengakses bangunan yang hancur. Terlepas dari hambatan ini, mereka berhasil mengevakuasi lebih dari 85 jenazah dari balik reruntuhan.
Israel telah melancarkan perang skala besar di Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu setelah Hamas melakukan serangan mendadak ke kota-kota Israel yang berdekatan dengan daerah kantong pesisir tersebut.
Saat itu, militan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 lainnya di Gaza, menurut otoritas Israel.
Di sisi lain, serangan Israel di Jalur Gaza sejauh ini telah menewaskan lebih dari 33.000 orang dan melukai sekitar 76.000 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024