Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Pusat (PP) Muhammadiyah mengecam Israel yang menolak kehadiran pasukan Indonesia dan Malaysia, dua negara mayoritas berpenduduk Islam yang tidak mengakui kedaulatan Israel, untuk bergabung dalam pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon (UNIFIL). Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsuddin, di Jakarta mengatakan bahwa penolakan negara zionis itu sangat tidak relevan, jika dikaitkan dengan posisi Indonesia dan Malaysia yang tidak mengakui eksistensi Israel dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara itu. "Bagi Indonesia, pada khususnya, tidak boleh dan tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, selama Israel masih menduduki tanah Palastina. Apalagi, Israel terus melakukan agresinya terhadap Palestina dan Lebanon," katanya. Dien mengimbau, Indonesia, Malayasia, dan negara-negara lainnya untuk terus melakukan misi perdamaian melalui pengiriman pasukan penjaga perdamaian (peace-keeping force) di bawah payung PBB, meskipun ditolak Israel. "Bahkan, penolakan itu harus mendorong Indonesia dan negara lainnya untuk terus mengirimkan tentara perdamain sesegera mungkin," katanya. Selain itu, Dien juga mengecam aksi teror Israel ke Lebanon Selatan yang telah melanggar Resolusi PBB 1701 untuk melakukan gencatan senjata, dan menyebut tindakan tersebut sebagai pembangkangan terhadap ketentuan internasional. Karena itu, dia mengemukakan, menuntut PBB untuk bertindak secara tegas dan tidak lembek terhadap Israel yang terus membandel dan membangkang. "PBB tidak cukup hanya dengan memberlakukan resolusi untuk gencatan senjata, tapi harus memberikan sanksi pada Israel sebagai penjahat perang. Karena melanggar resolusi PBB yang sebelumnya telah diterima Israel, sama dengan melanggar ketentuan Internasional," katanya. Sikap tegas PBB terhadap Israel harus dilakukan, karena tanpa itu Israel yang selama sebulan ini melakukan serangan militer ke Lebanon akan terus membangkang, demikian Dien Syamsuddin. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006