Batam (ANTARA News) - Puluhan pengungsi dari etnis Rohingya, Myanmar, masih menunggu untuk mendapatkan suaka dari negara ketiga di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
"Ada 49 detensi Rohingya yang ada di sini, namun tidak ada negara yang mau menerima mereka," kata Kepala Rudenim Pusat Tanjung Pinang Surya Pranata dalam press tour Kementerian Hukum dan Hak Asasi di Tanjung Pinang, Kamis.
Etnis Rohingya berasal dari Myanmar yang mayoritas beragama Islam.
Orang Rohingya mengalami penekanan dari pemerintah junta militer Myanmar sejak 1978, sehingga banyak yang mencari suaka dan melarikan diri ke negara lain seperti Australia dan Kanada.
Pada April 2013 di Rudendim Medan Sumatera Utara juga pernah terjadi perkelahian antara penghuni dari etnis Rohingya dan nelayan Myanmar beragama Buddha yang menyebabkan delapan orang detensi beragama Budha meninggal dunia.
"Memang Myanmar buddhist dan Rohingya itu harus dipisah, di sini kami memisahkan sel berdasarkan asal negara, ada sel untuk orang Afghanistan, Bangladesh, Myanmar, Somalia, Srilangka dan seterusnya," jelas Surya.
Salah seorang deteni Rohingya yang berada di Rudendim Tanjung Pinang, Kabir Ahmad (41) mengaku sudah ada di tempat itu selama dua tahun.
"Saya sudah di sini selama dua tahun, tapi tidak juga mendapat status sebagai pengungsi, padahal saya punya empat anak yang masih kecil-kecil dan istri saya Myanmar, rumah saya dibakar di sana," kata Kabir dengan bahasa Indonesia bercampur bahasa Melayu.
Ia sebelumnya telah bekerja sebagai pekerja bangunan di Malaysia selama 15 tahun, tapi ketika ia pergi menuju Australia, Kabir tertangkap di Bandar Lampung.
Untuk mendapatkan status sebagai pengungsi, Kabir dan para pengungsi lain harus mendapatkan kartu pengungsi dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi (UNHCR), pengungsi yang sudah mendapatkan kartu kemudian dipindahkan ke "community house" untuk menunggu pengiriman ke negara ketiga yang menerima mereka.
"Saya hanya ingin berkumpul kembali dengan anak dan istri saya, tolonglah saya," tambah Kabir.
Pengungsi Rohingya lain, Abdul Hakim (17) yang sudah mendapat status pengungsi mengaku ingin bekerja di Jakarta.
"Saya kabur dari community house di Medan, saya ingin kerja di Jakarta," kata Abdul.
Abdul datang ke Indonesia sejak usia 14 tahun bersama kakaknya dan tiba di Aceh, ia kemudian dibawa ke Rudenim Medan dan belajar bahasa Indonesia.
"Saya tidak sekolah di Myanmar, jadi di Medan saya belajar bahasa Indonesia, tapi di Medan dan di sini saya tidak melakukan apa-apa, hanya makan dan tidur, saya ingin bekerja maka saya ke Jakarta tapi tertangkap di imigrasi Jakarta," ungkap Abdul.
Rudenim Tanjung Pinang saat ini menampung 379 orang deteni yang berasal dari Afghanistan (178 orang), Bangladesh (16 orang), Irak (2 orang), Iran (7 orang), Malaysia (1 orang), Myanmar (49 orang), Pakistan (27 orang), Palestina (1 orang), Somalia (16 orang), Srilangka (41 orang), Sudan (35 orang) dan Vietnam (6 orang).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013