Data pemilih bermasalah ini bukan persoalan sederhana tapi harus benar-benar ditemukan akar persoalannya dan diselesaikan,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mencurigai sebagian dari 10,4 juta data pemilih yang bermasalah karena tidak memiliki nomor induk kependudukan serta elemen kependudukannya belum lengkap cenderung merupakan data fiktif.
"Data pemilih bermasalah ini bukan persoalan sederhana tapi harus benar-benar ditemukan akar persoalannya dan diselesaikan," kata Arif Wibowo di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Arif Wibowo, data pemilih sebanyak 10,4 juta yang masih bermasalah karena tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan elemen kependudukannya belum lengkap adalah bagian dari sekitar 190 juta data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4).
Data tersebut, kata dia, setelah diverifikasi dan uji lapangan beberapa kali oleh KPU dan lembaga terkait, akhirnya ditetapkan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 186.612.255 pemilih, pada rapat pleno KPU di Jakarta, 4 Nopember lalu.
Arif menjelaskan, dari 190 juta nama dalam DP4 ada yang ditemukan satu nama memiliki NIK ganda, meskipun jumlahna tidak banyak.
"Patut diduga ada yang memproduksi NIK sendiri di tingkat kabupatan dan kota. Ini yang harus ditemukan dan diklarifikasi," katanya.
Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan persoalan 10,4 juta data pemilih bermasalah ini bukan persoalan sepele, karena adanya daftar pemilih bermasalah akan mengurangi kualitas pelaksanaan pemilu.
"Jika DPT pada pemilu legislatif tidak bersih seluruhnya, maka DPT pada pemilu presiden juga tidak akan bersih seluruhnya," katanya.
Arif mengusulkan untuk menyelesaikan data pemilih yang masih bermasalah, dalam waktu satu bulan ini harus dijabarkan lagi satu persatu berdasarkan elemen kependudukan, seperti nama, alamat, dan tanggal lahir.
"Saya berpikir ada puluhan orang yang tidak terdadftar dalam DPT, harus diperiksa satu per satu di setiap kabupaten dan kota," katanya.
(R024/S024)
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013