Di antara sejumlah orang yang pernah mencicipi rasa salak condet pada masa keemasannya sekitar tahun 1960-an hingga akhir 80-an Tetem Sumardi adalah salah satunya.
"Renyah,dagingnya empuk dan manis," kata Tetem menggambarkan rasa salak condet yang ia pernah makan, saat kecil.
Tetem, warga RW 05 kelurahan Balekambang, Kramatjati, mengatakan dirinya pernah menjadi petani buah salak pertengahan tahun 70-an.
Dia juga tahu rahasia rasa salak condet..
"Di Condet itu tipe tanahnya berpasir jadi rasa salak condet itu renyah," katanya.
Tetem mengatakan saat ini bisa dibilang sulit menemukan salak condet yang manis dan renyah.
Menurut dia kualitas salak condet saat ini tak seperti dulu bahkan kalah bersaing dengan salak Pondoh dan Bali.
"Kalau dulu salak Condet enak bener. Sekarang kalah sama salak Pondoh atau Bali. Saya juga sekarang lebih senengan salak Pondoh," kata pria yang memiliki darah Betawi ini.
Di tempat terpisah, Lurah Balekambang Ahmad Maulana mengatakan, di kelurahannya lahan penanaman salak yang tersisa adalah di kawasan percontohan milik departemen pertanian seluas tiga hektare dan pinggir sungai Ciliwung, tempat komunitas Ciliwung Condet berada.
"Pertanian salak hanya tinggal di sepadan sungai Ciliwung dan di areal percotohan saja," kata Ahmad Maulana.
Tetem mengatakan, tanaman-tanaman salak di pinggir sungai Ciliwung pun sebenarnya sulit tumbuh karena setiap tahun terkena banjir.
"Lahan di pinggir kali sudah enggak bagus, karena tiap tahun banjir. Jadi kita kalau mau bertani ya enggak mungkin bisa, karena tiap tahun banjir. Pohon salak enggak bisa kena banjir," kata Tetem.
Kelurahan Balekambang pada masa lalu dikenal sebagai salah penghasil buah salak condet. Kini, keberadaan salak tergusur alihfungsi lahan yang menjadi permukiman warga.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013