Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Stanley Adhi Prasetya mengatakan banyak media massa yang mengabaikan perspektif perlindungan anak dalam membuat pemberitaan, padahal hal tersebut melanggar kode etik jurnalistik.
Stanley mencontohkan pemberitaan kasus kecelakaan AQJ, di mana banyak media menampilkan wajahnya serta menulis namanya dengan terang-terangan.
"Banyak media mengabaikan upaya memberikan perlindungan terhadap korban," kata Stanley usai acara persentasi draf pedoman peliputan berita untuk perlindungan korban pascakonflik di Gedung Ditjen HAM, Kompleks Kemenkumham, Jakarta, Selasa.
"Misal kasus AQJ, dia pelaku atau korban sih? dia harus disamarkan karena masih dibawah umur. Dia memang pelaku tabrakan tetapi dia korban dari sistem, mungkin juga korban dari keluarga yang broken home. Dia harus dilindungi," tambah Stanley.
Tetapi Stanley menyayangkan bahwa wajah AQJ dan nama lengkapnya masih muncul dua hari pascaterjadinya kecelakaan.
"Teman-teman wartawan sekarang sulit membedakan ini korban atau pelaku," ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta (P2TP2A) Margaretha Hanita. Ia mengatakan kasus anak tidak boleh dipublikasikan atas dasar apapun.
Margaretha mengambil contoh kasus video mesum pelajar SMP 4 Jakarta Pusat. Menurutnya berita terkait pelajar seharusnya tidak boleh diangkat, tetapi pada kenyataannya media massa justru cenderung mengangkat hal tersebut.
"Berdasarkan perspektif perlindungan anak, itu tidak dipublikasikan. Dia kan jadi korban, anak ini misal ada proses hukum pun dengan undang-undang peradilan anak," jelas Margaretha.
Menurut Margaretha, dalam kasus tersebut media massa seharusnya berorientasi pada permasalahan seks dini yang sudah menyentuh anak-anak serta mencari solusi dengan mengaitkan kepada pakar-pakar terkait.
"Seharusnya yang perlu disampaikan oleh media massa itu, misalnya, anak-anak di Jakarta ternyata sudah mengenal seks dini, seks sudah jadi konsumsi anak-anak atau dibawa pada perlunya pendidikan seks usia dini. Tetapi ironisnya justru mereka selalu memberitakan si korban," tutur Margaretha.
Pewarta: Monalisa
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013