Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan Indonesia siap mendukung aksi iklim dan reformasi kebijakan ekonomi untuk masa depan hijau saat 11th ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meetings (AFMGM).
Dukungan itu diwujudkan melalui peran penting kepemimpinan Indonesia pada Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim (CFMCA).
“Kami percaya bahwa CFMCA dapat berfungsi sebagai forum yang sangat baik untuk membangun kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan praktik terbaik tentang bagaimana memasukkan aksi iklim ke dalam kebijakan makroekonomi dan fiskal dalam peran Koalisi Menteri Keuangan,” kata Suahasil dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, pada tahun 2023 Indonesia telah menghasilkan panduan "Memperkuat Peran Kementerian Keuangan dalam Mendorong Aksi Iklim" hasil kolaborasi besar antara berbagai pemangku kepentingan. Panduan ini memberikan kerangka kerja tentang bagaimana Kementerian Keuangan dapat memasukkan aksi iklim ke dalam strategi ekonomi, kebijakan fiskal, dan pengelolaan anggaran.
Selain itu, tiga workstream lintas yang difokuskan pada alam, adaptasi, dan transisi hijau juga telah dibentuk oleh CFMCA. Workstream ini bertujuan untuk memfasilitasi diskusi, pembangunan kapasitas, dan pelaksanaan kebijakan yang berkelanjutan terkait dengan aksi iklim.
CFMCA di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati telah berhasil menghubungkan 92 negara anggota dengan 26 mitra institusional, termasuk Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), dan lainnya, untuk membantu membangun kebijakan yang mendukung aksi iklim.
Indonesia sebagai salah satu pemimpin dalam CFMCA telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap aksi iklim melalui sejumlah reformasi struktural yang dilakukan. Dari reformasi kelembagaan pasca Krisis Keuangan Asia 1998 hingga langkah-langkah yang diambil pasca Krisis Keuangan Global 2009, Indonesia telah bergerak maju dalam memperkuat sektor keuangan dan menerapkan aturan yang disiplin dan konsisten dalam kebijakan fiskalnya.
Tantangan-tantangan yang dihadapi telah dilihat sebagai kesempatan untuk mempercepat reformasi. Indonesia bertekad untuk mengarahkan investasi ke sektor-sektor yang berkelanjutan dan teknologi hijau, serta memperkuat kebijakan yang mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon.
Strategi utama Indonesia yakni untuk memfasilitasi transisi hijau mencakup memperkuat implementasi Kontribusi sektor ekonomi yang ditentukan secara nasional dalam Nationally Determined Contribution (NDC), mendorong investasi di energi terbarukan, dan meminta dukungan internasional untuk menutup celah pendanaan iklim.
Wamenkeu mengatakan Indonesia siap untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Secara bersamaan, Indonesia juga memperkuat kebijakan yang ada seperti Penandaan Anggaran Iklim (CBT), mekanisme pembiayaan hijau, pasar karbon, Dana Lingkungan Indonesia, dan skema kemitraan yang beragam yang bertujuan untuk menarik investasi hijau seperti pengembangan pembiayaan transisi energi melalui skema energy transition mechanism (ETM).
“Sebagai bagian dari mekanisme transisi yang komprehensif, Indonesia akan mulai memperkenalkan pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga batubara,” ujarnya.
Melalui kerangka Pengembangan Rendah Karbon dan partisipasi aktif dalam platform seperti Kebijakan Keuangan Iklim ASEAN di bawah ADB, Indonesia bersama dengan negara- negara anggota CFMCA lainnya siap untuk mengatasi risiko iklim dan mempercepat perubahan menuju ekonomi yang berkelanjutan.
Upaya bersama-sama negara-negara anggota CFMCA dan kerja sama dengan mitra institusional akan membantu menghadapi tantangan perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Baca juga: Bappenas: Ekonomi hijau peluang baru pertumbuhan ekonomi masa depan
Baca juga: PLN: Produksi 'hidrogen hijau' jadi bahan bakar masa depan
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024