Jakarta (ANTARA) - Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (UGM) Yodi Mahendradhata menilai bahwa penguatan kader posyandu penting untuk menekan angka stunting.

"Penetapan target-target kesehatan harus disertai dukungan yang memadai bagi para pelaksana di lapangan. Peningkatan peran kader dalam akselerasi pencapaian target-target kesehatan, termasuk penurunan angka stunting, memerlukan pelatihan yang efektif, supervisi yang memadai, kompensasi yang adil dan infrastruktur yang mendukung," kata Yodi dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Ia juga menegaskan pentingnya peran pemerintah untuk memperkuat instrumen-instrumen kebijakan yang lebih mendukung pemberdayaan kader.

Hal tersebut disampaikan Yodi atas dasar penurunan angka stunting di tahun 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang masih jauh di bawah target atau hanya turun sebesar 0,1 persen.

Prevalensi stunting di tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, sebelumnya pada tahun 2022 tercatat sebesar 21,6 persen. Padahal target yang ingin dicapai yakni sebesar 18 persen.

Organisasi nirlaba 1000 Days Fund yang juga merupakan mitra Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut bekerja sama dengan berbagai sektor untuk memberdayakan 1,5 juta kader posyandu yang ada di Indonesia.

Menurut Direktur Operasional atau Chief Operating Officer (COO) 1000 Days Fund dr. Rindang Asmara, pemberdayaan kader menjadi peluang bagi pemerintah untuk mencegah dan menurunkan angka stunting secara nasional.

Baca juga: Kepala BKKBN: Audit kasus penting untuk telusuri penyebab stunting

Baca juga: BKKBN: Penurunan stunting 2023 belum menggembirakan, di bawah target

"Berdasarkan data pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat tahun 2023, prevalensi stunting di Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan sebesar 2,5 persen. Penurunan ini sejalan dengan temuan kami bahwa peningkatan kapasitas kader posyandu secara berkelanjutan memiliki korelasi positif dengan peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku ibu hamil," ujar Rindang.

Ia melanjutkan, peningkatan kapasitas kader tersebut juga memengaruhi perkembangan bayi di bawah dua tahun (baduta) dalam mencegah stunting. Untuk itu ia menyebutkan pentingnya mendorong upaya pemberdayaan ini agar bisa ditingkatkan di skala nasional.

"Kita perlu kebijakan payung yang kuat," ucapnya.

Adapun pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Kementerian Kesehatan yang mengatur tentang kader, standar kompetensi, dan modul pelatihan bagi kader.

Namun, hingga saat ini belum ada instrumen kebijakan dari pemerintah yang mengatur bentuk dukungan dan pemberdayaan kader posyandu agar kader mendapatkan pelatihan dan sertifikasi, supervisi, insentif yang layak, serta alokasi anggaran dana desa untuk penyediaan sarana dan prasarana yang memadai.

Untuk itu, Rindang menekankan pentingnya keterlibatan multisektor dalam pembentukan kebijakan, yang menjadi bagian penting dari upaya penguatan kader posyandu.

"Kebijakan kader kesehatan melibatkan banyak sektor selain kesehatan. Melalui safari advokasi yang kami lakukan, kami berupaya mendorong adanya kebijakan payung terkait kader kesehatan yang lebih kuat seperti melalui penetapan Instruksi Presiden. Kami berharap setiap pemangku kepentingan dapat membuat kebijakan teknis utamanya dalam mendorong pelatihan, supervisi, dan pemberian insentif minimal bagi kader," tuturnya.

Ia mengemukakan, 1000 Days Fund selama ini juga telah memberikan pelatihan bagi 54.000 kader posyandu, dan hingga saat ini telah berhasil mendorong 49 desa untuk dapat menganggarkan insentif dan pelatihan kader.

Namun, ia menegaskan bahwa penganggaran ini membutuhkan proses advokasi secara langsung kepada pemerintah desa.

Baca juga: BKKBN: Jangan hanya kejar angka, perhatikan kesehatan anak stunting

Baca juga: Ketua TP PKK: Penurunan stunting jadi PR pertama bagi Aceh

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024