Persatuan di antara kubu-kubu yang sebelumnya bersaing ketat menandai langkah penting menuju pembangunan pada masa depan,
Jakarta (ANTARA) - Gerakan rekonsiliasi atas kubu-kubu koalisi partai politik yang berkompetisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika politik di Republik ini setelah pesta politik 5 tahunan.
Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto menampilkan contoh nyata dari rekonsiliasi ini. Mereka berjabat tangan di salah satu Stasiun MRT, Jakarta, kemudian menjadi semangat untuk mengakhiri suasana polarisasi sengit setelah pemilu pada saat itu.
Langkah persatuan itu pun kemudian dilanjutkan dan terwujud dalam pembentukan Kabinet Indonesia Maju untuk periode 2019-2024, dengan Prabowo di dalamnya sebagai Menteri Pertahanan.
Momen rekonsiliasi itu pun lantas direka ulang oleh Prabowo Subianto yang kini dinyatakan menang dan terpilih menjadi Presiden periode 2024-2029 berdasarkan keputusan KPU pada 20 Maret 2024.
Tanpa berlama-lama dan memilih-milih tempat, Prabowo langsung tancap gas menyambangi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di markasnya yakni NasDem Tower, Jakarta, pada 22 Maret 2024.
Prabowo pun saat itu mengaku ingin menemui Surya Paloh untuk membalas ucapan selamat saat dinyatakan menang oleh KPU. Mantan Danjen Kopassus itu mengungkapkan kepada Surya bahwa selalu mengajak NasDem untuk bergabung.
Pada Pemilu 2024 tersebut, Prabowo dan Surya Paloh berbeda kubu. Prabowo sebagai capres yang diusung Partai Gerindra, sedangkan Surya Paloh mengusung Anies Baswedan untuk menjadi capres.
Pertemuan dua elite politik di Indonesia itu pun lantas memunculkan wacana bagi pemenang pilpres itu untuk mengunjungi partai lainnya, tak terkecuali PDI Perjuangan yang merupakan kubu berbeda.
Di sisi lain, saat itu ada juga wacana pertemuan yang akan dilakukan Prabowo ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Para politikus dari PPP pun membuka pintu atas wacana tersebut.
Namun momen jabat tangan antara dua bos partai itu terjadi bukan tanpa dinamika sebelumnya. Karena setelah hari pencoblosan pada 14 Februari 2024, muncul wacana penggunaan hak angket dari capres Ganjar Pranowo untuk digulirkan di DPR.
Puncaknya pada Rapat Paripurna DPR RI 5 Maret 2024, sejumlah anggota DPR menyampaikan interupsi saat rapat dan menyampaikan usulannya untuk menggulirkan hak angket. Tak terkecuali dari fraksi partai yang berkoalisi dengan NasDem.
Namun setelah itu, wacana pengajuan hak angket seperti menguap begitu saja dan hilang dari kantor wakil rakyat tersebut. Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto pun mengaku belum mendapatkan arahan dari pimpinan partai terkait hak angket tersebut.
Hingga rapat paripurna penutupan masa sidang DPR pada Kamis (4/4) ini, tidak ada satu pun legislator di Senayan (Kantor DPR, MPR, DPR) yang menyampaikan usulannya terkait hak angket.
Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman pun mengaku bersyukur hak angket itu tidak bergulir di DPR hingga penutupan masa sidang.
Setelah adanya dinamika tersebut, baginya sinyal-sinyal rekonsiliasi lainnya bakal muncul. Termasuk Prabowo yang bakal bertemu dengan Puan Maharani selaku legislator dari PDI Perjuangan dalam waktu dekat.
"Kalau bisa sebelum Lebaran (Prabowo dan Puan bertemu) juga nggak apa-apa," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Sebelum itu, muncul kabar bahwa Puan Maharani pun telah bertemu dengan Rosan Roeslani, Ketua TKN Prabowo-Gibran. Pertemuan itu pun dikonfirmasi kebenarannya secara langsung oleh Puan usai memimpin rapat paripurna.
Pertemuan itu pun memberikan gambaran bahwa jembatan rekonsiliasi sedang dibangun. Walaupun pertemuan tersebut diakui oleh Puan merupakan bagian dari silaturahim, hal itu merupakan sebuah makna yang tidak bisa diabaikan dalam proses rekonsiliasi.
Setelah bertemu Rosan, Puan pun tidak menutup kemungkinan bahwa silaturahim bisa dilakukan dengan siapa pun, termasuk dengan Prabowo.
Sinyal-sinyal rekonsiliasi itu pun juga diamini oleh legislator dari Partai Golkar, Lodewijk F. Paulus. Wakil Ketua DPR itu mengatakan bahwa silaturahim antara tokoh-tokoh nasional merupakan hal yang baik.
Selain dengan Puan, dia menilai Prabowo juga berkemungkinan bertemu dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Sebagai politikus di luar kader PDI Perjuangan dan Gerindra, dia menilai kedekatan kedua figur di panggung politik nasional tersebut telah terjalin sejak lama.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa rencana pertemuan kedua sosok yang pernah berpasangan pada Pilpres 2009 itu bakal direncanakan dan dibicarakan secara bersama dan akan diinformasikan di kemudian hari.
Secara pribadi, Dasco mengaku silaturahim lintas partai pun sering dilakukan oleh dirinya. Karena komunikasi-komunikasi tersebut tetap harus dilakukan tanpa adanya hambatan.
Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyatakan bahwa rencana pertemuan antara Prabowo dan Megawati merupakan hal yang positif.
Selain keduanya merupakan ketua umum partai, pertemuan itu pun nantinya merupakan ajang silaturahim antara presiden terpilih dan mantan presiden.
Karena, dari pada berkonflik, silaturahim merupakan kegiatan yang paling tepat untuk dilakukan.
Dia menilai sebenarnya hubungan antara Prabowo dan Megawati tidak bermasalah sejak dulu. Terbukti dari keduanya yang bersatu dalam Pemilu 2009, dan tidak adanya resistensi saat Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada 2019.
Jika terjadi, pertemuan itu bakal menjadi momentum bersejarah yang harus diapresiasi karena, membangun sebuah negara harus mendapat dukungan dari tokoh-tokoh nasional lainnya.
“Saya melihatnya dalam kacamata positif, tokoh bangsa itu bersatu membangun bangsa,” katanya.
Dengan begitu, rekonsiliasi lebih dari sekadar kekuatan politik. Persatuan di antara kubu-kubu yang sebelumnya bersaing ketat menandai langkah penting menuju pembangunan bangsa pada masa depan.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024