"Kita sudah buat di 25 provinsi terutama di sentra padi," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta, Senin.
Fokus utama BMKG dengan sekolah lapang iklim terutama di 11 wilayah sentra padi yaitu seluruh Jawa kecuali Jakarta, Bandar Lampung, Aceh, NTB, Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.
Andi menjelaskan, sekolah lapang iklim memberikan informasi yang memadai kepada petani terkait perubahan cuaca dan dampaknya terhadap pertanian.
Informasi yang diberikan dengan menggandeng penyuluh pertanian, lanjut Andi, berupa kalender tanam, parameter-parameter iklim dan jenis tanaman yang cocok ditanam pada iklim tertentu.
Lewat program yang dimulai sejak 2011 itu, menurut Andi sudah memberikan dampak yang positif bagi petani berupa penambahan produksi.
"Seperti di NTB terjadi penambahan produksi dari biasanya sekitar empat ton menjadi tujuh sampai delapan ton padi per hektarenya," tambah Andi.
Iklim ekstrim diperkirakan terjadi akibat dampak dari perubahan iklim negatif sehingga dampak sangat luas dari fenomena ini adalah kekeringan yang terjadi disebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia.
Program ketahanan pangan nasional merupakan kegiatan yang akan terkena dampak langsung dari fenomena kekeringan.
Selain mendirikan sekolah lapang iklim, dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional, BMKG juga telah membangun suatu sistim peringatan dini iklim (climate early warning system/CEWS) yang tahun ini mulai beroperasi.
Fokus kegiatan CEWS adalah monitoring dan prediksi kekeringan di wilayah Indonesia khususnya di daerah sentra pangan.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013