Wacana gubernur dipilih oleh DPRD menurut saya sebuah langkah mundur dalam berdemokrasi. Kita memang tidak bisa menutup mata terhadap ekses domino dari sebuah proses politik pilkada, tetapi bukan harus kembali ke sistem yang kita nilai keliru selama
Kupang (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr. Ahmad Atang, MSi menilai, wacana agar pilkada gubernur tidak lagi dipilih langsung rakyat tetapi oleh DPRD, sebagai sebuah langkah mundur dalam berdemokrasi.
"Wacana gubernur dipilih oleh DPRD menurut saya sebuah langkah mundur dalam berdemokrasi. Kita memang tidak bisa menutup mata terhadap ekses domino dari sebuah proses politik pilkada, tetapi bukan harus kembali ke sistem yang kita nilai keliru selama ini," kata Ahmad Atang, di Kupang, Sabtu.
Dia mengemukakan pandangan itu terkait wacana pemilihan gubernur dilakukan melalui pemilihan di DPRD dan bukan lagi pemilihan langsung.
Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid mengatakan otonomi daerah sudah kehilangan rohnya dan pemilihan langsung kepala daerah menurunkan kualitas otonomi daerah.
Dalam kaitan itu, Kementerian Dalam Negeri mulai menyiapkan revisi RUU Pemerintahan Daerah dan RUU Pilkada sebagai salah satu bagian dari evaluasi pelaksanaan otonomi daerah.
Menurut Atang, membangun demokrasi langsung adalah sebuah keniscayaan sehingga tidak ada alasan untuk meniadakan demokrasi langsung ke demokrasi perwakilan.
Hal yang perlu diperbaiki menurut dia, adalah mekanisme dalam berdemokrasi dan bukan prinsip demokrasi.
Pandangan yang hampir senada disampaikan secara terpisah oleh pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Johanes Tuba Helan, SH, MHum yang juga tidak sependapat jika pemilihan gubernur dikembalikan ke DPRD.
Alasannya adalah pemilihan gubernur oleh DPRD di masa lalu dianggap sudah gagal dan negara tidak boleh kembali ke sistem yang sudah dinyatakan gagal, katanya.
"Saya tidak setuju karena sebelumnya gubernur dipilih oleh DPRD dan ternyata banyak masalah, termasuk politik uang," kata Johanes Tuba Helan.
Artinya, sistem yang sudah terbukti gagal di masa lalu jangan digunakan lagi. Sistem yang sudah ada tinggal dilakukan evaluasi dan dilakukan penyempurnaan, katanya.(*)
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013