Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kesehatan mata Dr. dr Syntia Nusanti, SpM(K), M.Pd.Ked menjelaskan papiledema adalah pembengkakan pada saraf optik mata yang disebabkan oleh peningkatan tekanan di bagian intrakranial atau rongga kepala.
"Peningkatan itu bisa disebabkan ada tumor di otak kita atau ada hambatan dari pengeluaran cairan di otak," kata Syntia dalam sebuah webinar diskusi medis, Rabu.
Selain itu, Syntia menyebutkan papiledema juga bisa disebabkan oleh infeksi di bagian otak seperti meningitis hingga tekanan darah tinggi yang membuat saraf mata mengalami pembengkakan. Menurut Syntia, papiledema juga ada yang bersifat idiopatik, umumnya ditemui pada perempuan obesitas berusia 30-40 tahun.
Baca juga: Dokter: Metanol pada bir oplosan dapat sebabkan penurunan penglihatan
"Ada juga yang kita sebut sebagai idiopatik. Nah idiopatik ini terjadi peningkatan tekanan intrakranial tanpa sebab khusus," ujar Syntia.
Dokter yang berpraktik di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo itu menjelaskan gejala-gejala yang dikeluhkan pengidap papiledema di antaranya sakit kepala hebat hingga menimbulkan mual dan muntah. Kemudian, terjadi penurunan kemampuan penglihatan yang terjadi secara bertahap dan bersifat sementara.
"Biasanya pertama mungkin kehilangan kemampuan melihat warna atau kemudian kontras, jadi terang gelap itu akan jadi sulit dan lama-lama akan terjadi penurunan terhadap penglihatan. Kadang-kadang ini disertai juga dengan penglihatan ganda," tutur Syntia.
Baca juga: Dokter paparkan penyebab papiledema
Dia mengatakan pengidap papiledema umumnya merasakan penurunan daya penglihatan saat melakukan aktivitas tertentu seperti bangun dari jongkok, batuk, dan mengejan ketika buang air besar.
Pengobatan papiledema, terang Syntia, bergantung pada penyebabnya misalnya apabila disebabkan oleh penyumbatan cairan otak maka dilakukan prosedur pengeluaran cairan berlebih di dalam otak. Sedangkan pada pasien obesitas, proses pengobatan yakni dengan terapi gizi untuk menurunkan berat badan.
Terapi papiledema dapat berlangsung dalam jangka waktu 1 sampai 3 bulan namun apabila tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan maka akan dilakukan tindakan operasi.
"Kalau dari awal kita tidak menemukan perbaikan dengan segala upaya yang sudah kita kerjakan, baru kita mulai berpikir ada tindakan operasi," kata Syntia.
Baca juga: Anak berusia di bawah 8 tahun rentan terkena gangguan penglihatan
Baca juga: IROPIN: Gangguan penglihatan anak meningkat diduga akibat gawai
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024