Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memutus Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi.
"Kami sangat optimistis majelis hakim akan memutus menyatakan terdakwa ini bersalah menurut hukum," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ali juga yakin majelis hakim telah mempertimbangkan seluruh uraian tim jaksa KPK dalam memutus perkara tersebut, termasuk juga alasan yang meringankan serta memberatkan.
"Iya tentu dari seluruh fakta persidangan, majelis hakim tentu akan pertimbangkan seluruh uraian analisis yuridis surat tuntutan jaksa penuntut umum KPK," ujarnya.
Juru Bicara KPK berlatar belakang jaksa itu juga memastikan komisi antirasuah akan terus mengembangkan perkara tersebut, termasuk juga penyidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kami pastikan penyidikan perkara TPPU dan juga dugaan suap-menyuap pada kasus lain terkait dengan pengurusan perkara di MA ini juga terus KPK lakukan untuk mengoptimalkan perampasan aset hasil kejahatan korupsi dimaksud," tuturnya.
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI nonaktif Hasbi Hasan dituntut 13 tahun dan 8 bulan pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ariawan Agustiartono menyatakan terdakwa Hasbi Hasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap secara bersama-sama terkait dengan penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana tingkat kasasi di MA.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasbi Hasan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata Ariawan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/3).
Dengan demikian, kata dia, Hasbi melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: KPK panggil Kabiro Umum Mahkamah Agung Supandi
Baca juga: Hasbi Hasan klaim dirinya korban, bukan penerima suap dan gratifikasi
Hasbi turut dijatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, kata dia, harta benda Hasbi akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa terpidana dan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, terdakwa akan dipidana penjara selama 3 tahun," tuturnya.
Jaksa KPK pun menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Hasbi dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan serta menetapkan agar Hasbi tetap dalam tahanan.
Ariawan menyebutkan beberapa hal yang memberatkan tuntutan Hasbi, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA RI, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, serta terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana.
Sementara itu, lanjut dia, hal yang meringankan tuntutan Hasbi, yaitu terdakwa belum pernah dihukum
Hasbi Hasan didakwa menerima suap untuk mengurus gugatan perkara kepailitan KSP tingkat kasasi dengan tujuan memenangkan debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka sebesar Rp11,2 miliar.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Heryanto Tanaka meminta bantuan kepada Dadan Tri Yudianto untuk meminta tolong kepada Hasbi Hasan mengurus perkara kasasi yang bergulir di MA.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024