Moskow (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Inggris pada Selasa (2/4) mengatakan pihaknya memanggil duta besar Israel, Tzipi Hotovely, menyusul tewasnya tujuh pekerja bantuan asing dari organisasi nirlaba World Central Kitchen dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza.
"Hari ini, saya memanggil Duta Besar Kedutaan Besar Israel di London," demikian pernyataan resmi Menteri Negara Inggris untuk Pembangunan dan Afrika Andrew Mitchell.
"Saya menyampaikan kecaman tegas pemerintah atas pembunuhan mengerikan terhadap 7 pekerja bantuan World Central Kitchen, yang termasuk 3 warga negara Inggris," kata dia.
Mitchell mendesak dilakukannya "penyelidikan yang cepat dan transparan," yang akan dibagikan kepada komunitas internasional dan meminta pertanggungjawaban penuh Israel atas insiden tersebut.
Pada Senin, para pekerja WCK bepergian di "zona bebas konflik" dengan dua mobil lapis baja berlogo organisasi tersebut, dan satu kendaraan dengan atap lunak, demikian pernyataan LSM itu.
Konvoi kemanusiaan tersebut diserang saat meninggalkan gudang Deir al Balah, tempat tim tersebut menurunkan lebih dari 100 ton bantuan makanan yang dibawa ke Gaza melalui laut.
Organisasi itu mengatakan bahwa konvoinya telah mengoordinasikan pergerakannya dengan pasukan pertahanan Israel (IDF).
Baca juga: 6.050 siswa terbunuh sejak agresi Israel 7 Oktober
Serangan Israel terhadap staf WCK itu menewaskan tujuh karyawan dari Australia, Polandia, Inggris, dan Palestina, serta seorang warga negara ganda Amerika Serikat dan Kanada.
Organisasi itu menghentikan operasinya di Jalur Gaza menyusul insiden mematikan tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pasukan Israel "secara tidak sengaja melukai non-kombatan" di Gaza, dan menambahkan bahwa "hal itu (biasa) terjadi dalam perang."
Israel telah meluncurkan penyelidikan atas masalah tersebut demi mencegah hal serupa terjadi lagi, katanya.
Serangan militer Israel dalam dua pekan terakhir juga telah menghancurkan fasilitas medis terbesar di Gaza, Rumah Sakit Al-Shifa, hingga melumpuhkan sistem perawatan kesehatan di daerah kantong tersebut, ungkap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (2/4).
Sedikitnya 21 pasien meninggal dunia selama pengepungan Israel terhadap rumah sakit tersebut.
WHO telah berusaha selama berhari-hari untuk mencapai Al-Shifa dan beberapa fasilitas kesehatan terakhir yang tersisa di Gaza utara, dalam upayanya untuk menyalurkan obat-obatan, bahan bakar, dan makanan, sekaligus menilai persediaan tambahan apa saja yang diperlukan untuk menyelamatkan pasien yang tersisa.
Meski demikian, badan PBB itu menyesalkan bahwa sebagian besar misinya ke rumah sakit tersebut telah mendapat "penolakan" dari pihak berwenang Israel.
Pada 7 Oktober 2023, kelompok Palestina Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dan melanggar perbatasan, menyerang lingkungan sipil dan pangkalan militer. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu.
Israel melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Lebih dari 32.700 orang telah terbunuh sejauh ini di Jalur Gaza, kata pemerintah setempat.
Baca juga: Tentara Israel akui korban yang disebut teroris, adalah warga sipil
Baca juga: UNRWA desak Israel buka akses untuk konvoi bantuan ke Gaza
Baca juga: WHO: Serangan Israel hancurkan rumah sakit terbesar di Gaza
Sumber: Sputnik
Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024