Pekanbaru, (ANTARA) - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, menyatakan sekitar 191 orang etnis Rohingya yang berkeliaran di sekitar Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) daerah setempat datang secara ilegal dari Nangroe Aceh Darussalam.
"Kedatangan mereka tanpa koordinasi dengan Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN). Sedangkan yang terkoordinasi PPLN dari Aceh hingga Pekanbaru sebanyak 119 orang," Kepala Badan Kesbangpol Pekanbaru Syoffaizal, Selasa.
Baca juga: Pemkab Aceh Barat cari solusi terkait penolakan pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya dari jalur resmi ini dikawal dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam hingga ke Pekanbaru. Pemerintah Kota Pekanbaru dan International of Migration (IOM) menyediakan tempat tinggal bagi pengungsi Rohingya ini yakni Community House.
Namun sudah penuh karena Community House hanya ada tujuh kamar untuk lajang atau belum memiliki istri atau suami. Jadi karena pengungsi yang sudah berkeluarga tak bisa digabung dengan lajang, sehingga tak tertampung.
"Memang ada, pengungsi dari etnis Rohingya yang berada di depan Rudenim atau sekitar belakang kawasan Purna MTQ. Hal ini disebabkan tak tersedianya Community House," katanya
Baca juga: Pemkab Aceh Barat pindahkan pengungsi etnis Rohingya ke kantor bupati
Sementara, 191 etnis Rohingya ini datang secara sporadis ke Pekanbaru. Namun begitu, pihaknya bersama Satgas PPLN tetap memikirkan 191 orang ini.
"Saat ini sudah ada sekitar 129 orang Rohingya di Rudenim. Sebenarnya tujuan utama para pengungsi Rohingya ini adalah ke Malaysia," ujarnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan tampak ratusan pengungsi Rohingya terlihat membuat tenda di trotoar jalan belakang Rudenim Pekanbaru. Mereka membuat tenda sederhana dengan terpal dan kain yang yang dihuni kaum laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
Baca juga: Pemko Pekanbaru minta camat dan lurah pantau Pengungsi Rohingya
Baca juga: Imigrasi sebut 11 warga Rohingya meninggal di perairan barat Aceh
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024