Sejak 23 Oktober (penundaan penetapan DPT secara nasional) kami sudah menemukan 3,2 juta pemilih. Angka tersebut tidak kami umumkan pada saat rekapitulasi pada 4 November karena saat itu kami baru mendapat proses rekapitulasinya,"

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum berhasil mencari padanan data terhadap 3,2 juta dari 10,4 juta pemilih yang data kependudukannya bermasalah, kata Komisioner Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Kamis.

"Sejak 23 Oktober (penundaan penetapan DPT secara nasional) kami sudah menemukan 3,2 juta pemilih. Angka tersebut tidak kami umumkan pada saat rekapitulasi pada 4 November karena saat itu kami baru mendapat proses rekapitulasinya," kata Ferry ketika ditemui di Gedung KPU Pusat.

Perolehan angka pembersihan pemilih tersebut, lanjut Ferry, ditemukan dari sejumlah daerah antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Gorontalo, Jawa Barat dan Papua, dengan total 3.213.558 pemilih.

Menurut dia, data pemilih tersebut dilakukan pemeriksaan langsung ke lapangan dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Disdukcapil) bersama petugas panitia pemungutan suara (PPS).

Sebelumnya, KPU telah menetapkan sebanyak 186 juta pemilih terdaftar dalam DPT, yang 10,4 juta di antaranya ditemukan masih belum tercatat dalam daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) sebagai basis pemutakhiran pemilih.

Komisioner Hadar Nafis Gumay menjelaskan temuan KPU terhadap 10,4 juta data tersebut antara lain disebabkan oleh pemilih yang tidak mengetahui NIK mereka.

"Jadi itu bukan karena belum punya (NIK), tapi mereka tidak tahu NIK mereka sehingga tidak diberitahukan kepada petugas (Pantarlih) kami ketika pemutakhiran," kata Hadar.

Namun, lanjut dia, tidak dapat dimungkiri bahwa masih ada pula pemilih yang memang tidak memiliki NIK.

Persoalan pemilih terkait NIK tidak hanya pemilih yang belum memiliki NIK sama sekali. Tetapi sebagian pemilih telah memiliki NIK, hanya saja terjadi kesalahan teknis saat memasukkan dalam Sistem Informasi Daftar Pemilih (sidalih).

Penyebab lain tidak terdeteksinya pemilih dalam data kependudukan adalah adanya pencatatan tidak lengkap yang disebabkan penduduk tidak menghafal nomor induk kependudukan mereka.

"Seperti orang di penjara atau lapas, itu saya yakin mereka pasti punya NIK tetapi dokumen terkait itu sedang tidak dia pegang ketika petugas kami melakukan pemutakhiran," kata Hadar di Jakarta, Selasa.

Petugas panitia pendaftaran pemilih (Pantarlih) hanya bertemu dengan kepala lembaga permasyarakatan (kalapas) ketika pemutakhiran.

Selain di penjara, lanjut Hadar, temuan juga terjadi di asrama, pondok pesantren dan rumah kos tempat pelajar dari luar kota tinggal.

"Waktu petugas bertanya NIK mereka, mereka tidak bisa berikan karena memang tidak pegang Kartu Keluarga (KK). KK itu ada di rumah orang tua mereka," ujar Hadar.(*)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013