Produksi menurun, ditambah parah lagi harga jual timah juga menurun, sehingga pendapatan itu jomplang, jauh sekali
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal mengatakan bahwa penurunan harga timah karena oversupply atau kelebihan pasokan di pasar dunia mengakibatkan pendapatan perusahaan dari sektor timah anjlok sekitar 33 persen.
“Produksi menurun, ditambah parah lagi harga jual timah juga menurun, sehingga pendapatan itu jomplang, jauh sekali. Harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,” ujar Ahmad Dani dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, di Senayan, Jakarta, Selasa.
Dani mengatakan bahwa salah satu negara dengan produksi timah yang meningkat adalah di Malaysia. Kelebihan pasokan tersebut, ucap dia, mengakibatkan harga jual timah di pasar dunia menurun.
Selain harga jual timah di pasar dunia yang menurun, Dani juga mengatakan bahwa produksi bijih timah di Indonesia pada 2023 sebesar 14.855 ton, turun sebesar 26 persen apabila dibandingkan dengan 2022 sebesar 20.079 ton.
Akumulasi hal-hal tersebut mengakibatkan pendapatan perusahaan yang sebelumnya Rp12,5 triliun pada 2022, turun menjadi Rp8,392 triliun pada 2023.
“Jadi, pendapatan turun 33 persen,” kata Dani.
Kinerja keuangan dari sisi EBITDA (earning before interest, taxes, depreciation, and amortization) atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, juga menunjukkan penurunan yang lebih signifikan.
Pada 2022, Dani memaparkan bahwa EBITDA PT Timah sebesar Rp2,371 triliun, dan menurun sebesar 71 persen pada 2023 menjadi Rp684 miliar.
“Beban peak-nya tetap, peak cost-nya tetap, tetapi pendapatan kita jauh menurun, karena produksinya juga menurun,” ucap dia.
Lebih lanjut, Dani memaparkan bahwa dari segi nilai aset dan ekuitas juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada 2023, aset PT Timah senilai Rp12,85 triliun, turun sebesar 1,6 persen apabila dibandingkan aset pada 2022, yakni senilai Rp13,067 triliun.
Sedangkan, untuk ekuitas, dari yang sebelumnya sebesar Rp7,042 triliun pada 2022, menjadi Rp6,242 triliun pada 2023.
“Sementara, interest bearing debt (utang yang menghasilkan bunga) sekitar Rp3,5 triliun, naik (26 persen). Karena ini mengalami kesulitan cash flow, jadi kami memperbesar pinjaman,” kata Dani.
Baca juga: BPS: Februari 2024 Babel tidak ada ekspor timah
Baca juga: Waketum MUI sebut rusaknya akhlak sebabkan korupsi ada di Indonesia
Baca juga: Stafsus Erick Thohir: BUMN apresiasi Kejagung bongkar kasus PT Timah
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024