Tokyo (ANTARA) - Kyoichiro Sugimoto, seorang ustaz warga negara Jepang, menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Jepang sejak 2016 dan berdakwah di Negeri Sakura itu.
Kepada Antara di Tokyo, Selasa, pemuka agama Islam di Jepang yang akrab disapa Sugimoto sensei itu bercerita awal mula melakukan proyek tersebut karena kecintaannya pada Al Quran.
“Saya pribadi cinta Al Quran dan Al Quran adalah satu alasan utama saya memeluk Islam,” katanya.
Dia mengaku menemukan kesulitan saat pertama kali mempelajari Al Quran sebab bahasa terjemahannya tidak mudah dipahami.
Karena itu, dia mencoba menerjemahkan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti dan terjemahan tersebut diberi judul “Quran in Easy Japanese”.
Ketua Pusat Budaya Islam Chiba (CCIC) Jepang itu bercerita butuh dua tahun untuk menerjemahkan Al Quran sejak 2016 hingga 2018.
Hingga kini, terjemahan Al Quran itu sudah mencapai cetakan ketujuh dengan 7.000 eksemplar yang tersebar di seluruh Jepang.
Dosen Asosiasi Mualaf Muslim Singapura itu menargetkan dapat mencetak hingga satu juta eksemplar dan menyebarkannya dalam dua atau tiga tahun ini.
“Saya ingin pesan dalam Al Quran ini tersampaikan ke seluruh Jepang. Ke depannya kita targetkan satu juta eksemplar tersebar dalam dua atau tiga tahun Insya Allah. Ini adalah mimpi kami,” katanya.
Ustaz Sugimoto bermitra dengan Cinta Quran Foundation di Indonesia dalam pendanaan proyek tersebut.
“Alhamdulillah banyak sekali masyarakat Indonesia yang mendukung upaya kami dalam menyebarkan Al Quran kepada Muslim Jepang,” ujarnya.
Dia juga berharap banyak masyarakat yang memahami kandungan yang tertera dalam ayat-ayat suci Al Quran.
“Biasanya para mualaf baru belajar Al Quran setelah memeluk Islam. Hanya sebagian kecil yang masuk Islam karena membaca Al Quran terlebih dahulu. Sejauh ini dalam tiga tahun terakhir, saya sudah menyaksikan 190 orang bersyahadat di Jepang,” katanya.
Dalam dakwah kepada orang Jepang, Ustaz Sugimoto mengatakan kiat yang dilakukan adalah menjelaskan dengan menggunakan logika agar pesan tersebut bisa diterima.
“Bagaimana menjelaskan secara logis keberadaan Allah meskipun kita tidak dapat melihat-Nya dengan menggunakan contoh yang sangat sederhana,” katanya.
Dia menuturkan kebanyakan orang Jepang mengimani politeisme atau Tuhan yang lebih dari satu, sementara dalam Islam meyakini tiada Tuhan selain Allah.
“Jika kita bilang hanya ada satu Tuhan, maka orang Jepang akan tersinggung dan menganggap kita intoleran atau sangat eksklusif. Tapi jika kita bilang tiada Tuhan selain Allah itu artinya sangat berbeda,” katanya.
Berdasarkan riset yang dilakukannya, Tuhan yang yakini orang Jepang lebih merepresentasikan jin dan Al Quran dan hadis tidak pernah menampik keberadaan jin.
“Tidak ada kontradiksi antara keberadaan Allah dan jin, sehingga kita bisa memahami struktur keyakinan mereka. Saat mereka memahami struktur ini, semuanya masuk akal,” katanya.
Selain itu, dalam dakwahnya, dia juga menjelaskan Asmaul Husna yang merupakan 99 nama Allah yang mengandung nilai kebaikan yang universal.
“Pesan ini sangat universal, bahkan untuk orang Jepang ini sangat bisa dipahami. Sehingga, orang Jepang merasa bahwa Muslim bukan teroris atau orang aneh melainkan manusia normal yang bisa diajak berkomunikasi. Ini bertujuan untuk meruntuhkan tembok penghalang secara psikologis dan mental,” katanya menambahkan.
Baca juga: Tokoh muda Muslim Jepang: Dakwah terpenting lewat perilaku
Baca juga: Dubes: Tokoh Muslim bantu perkuat persahabatan RI-Jepang
Baca juga: Akademisi muslim: nilai-nilai Islam juga dipraktikkan di Jepang
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024