Data bermasalah sebanyak 10,4 juta pemilih atau sebesar 5,6 persen bisa direkayasa menjadi lebih tinggi lagi pada pelaksanaan pemilu. Ini akan membahayakan demokrasi."
Jakarta (ANTARA News) - PDI Perjuangan mengkhawatirkan tingginya data pemilih bermasalah pada daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum dapat membahayakan demokrasi.
"Apalagi pada Pemilu presiden 2014, yang tidak ada calon presiden incumbent, maka data pemilih bermasalah ini bisa dimanfaatkan oleh kekuatan tertentu," kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, pada diskusi "Dialog Kenegeraan: Mendesak Pembenahan Sistem Adminitrasi kependudukan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah anggota DPD RI Ahmad Subadri dan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Andronof Chaniago.
Hasto Kristiyanto menjelaskan, pada saat KPU menetapkan DPT pada Senin (4/11), masih ada sebanyak 10,4 juta data pemilih atau sekitar 5,6 persen dari daftar DPT sebesar 186 juta pemilih.
Banyaknya data pemilih bermasalah, menurut Hasto, adalah persoalan krusial yang bisa dimanfaatkan oleh kekuatan tertentu untuk kepentingan kemenangan atau tambahan suara di pemilu.
"Data bermasalah sebanyak 10,4 juta pemilih atau sebesar 5,6 persen bisa direkayasa menjadi lebih tinggi lagi pada pelaksanaan pemilu. Ini akan membahayakan demokrasi," katanya.
Karena itu, kata dia, PDI Perjuangan mendesak KPU dan Kemendagri agar terus membersihkan data pemilih bermasalah untuk menghasilkan DPT bersih sekaligus menghindari bahaya demokrasi.
PDI Perjuangan juga mensinyalir adanya kekuatan tertentu yang berusaha mengintervensi KPU sehingga data pemilih tidak seluruhnya bersih, sehingga data bermasalah bisa direkayasa.
"Buruknya sistem administrasi kependudukan membuat data penduduk yang ditangani oleh Kemendagri dan KPU tidak saling terintegrasi," katanya.
Hasto menilai, perlu ada kekuatan pro-demokrasi yang mendesak Kemendagri dan KPU untuk membersihkan data pemilih hingga seminimal mungkin, sehingga pemilu bisa berlangsung demokratis.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, menilai, sistem administrasi kependudukan di Indonesia yang dikelola Kementerian Dalam Negeri masih buruk.
"Data pemilih yang masih banyak bermasalah ketika ditetapkan menjadi DPT menunjukkan bahwa sistem adminitasi kependudukan di Indonesia masih buruk," kata Andriof.
Adrianof menilai, daftar pemilih bermasalah sebesar 10,4 juta pemilih pada saat ditetapkan menjadi DPT, di jakarta, Senin (4/11), masih terlalu tinggi.
"Jumlah ini maish terlalu tinggi. Hendaknya KPU menurunkan lagi data pemilih bermasalah hingga kurang dari satu persen," katanya.
Menurut Andrinof, data pemilih bermasalah yang jumlahnya maish 5,6 persen masih di atas toleransi publik, apalagi jika dibandingkan dengan bata sambang perolehan suara sebuah partai politik untuk berada di parlemen atau "parliamentary threshold" yakni 3,5 persen. (R024/A029)
Pewarta: Riza harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013