Saya minta BPK mengaudit kinerja dan data KPU untuk melihat sajian data mana yang benar terkait pemutakhiran data,"

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ahmad Subadri meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit kinerja Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait berlarut-larutnya kisruh Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014.

"Saya minta BPK mengaudit kinerja dan data KPU untuk melihat sajian data mana yang benar terkait pemutakhiran data," kata anggota DPD RI Ahmad Subadri dalam diskusi "Dialog Kenegaraan: Mendesak Pembenahan Sistim Administrasi Kependudukan-silang sengkarut DPT" di DPD RI Senayan Jakarta, Rabu.

Diskusi juga menghadirkan pakar kebijakan politik Andrinof Chaniago dan Wasekjen PDI-P Hasto Kristanto.

Lebih lanjut Subadri menjelaskan audit BPK tersebut diperlukan untuk melihat bagaimana sebenarnya proses pemutakhiran data pemilih yang selama ini dilakukan.

"Pasalnya Kemendagri punya versi sendiri terkait data pemilih, sedangkan KPU juga punya versi lain sehingga menimbulkan kisruh," kata Subadri.

Menurut dia, audit tersebut juga bisa dilakukan untuk melihat bagaimana penggunaan dana terkait pemilu mengingat lebih dari Rp6 triliun dana yang digunakan untuk pemutakhiran data pemilih.

Subadri menilai masih banyaknya data pemilih bermasalah menunjukkan Kemendagri dan KPU tidak serius melakukan pendataan penduduk dan pemutakhirannya.

Pihaknya juga mendesak KPU untuk terus membersihkan data pemilih bermasalah, karena kalau tetap dibiarkan, dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak tertentu yang memiliki kekuatan besar untuk memperoleh keuntungan.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago menilai Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 bermasalah karena sistem adminitrasi kependudukan di Indonesia yang dikelola Kementerian Dalam Negeri masih jauh dari sempurna.

"Data pemilih yang masih banyak bermasalah ketika ditetapkan menjadi DPT menunjukkan sistem administrasi kependudukan di Indonesia masih buruk," katanya.

Menurut dia, daftar pemilih bermasalah sebesar 10,4 juta pemilih pada saat ditetapkan menjadi DPT masih terlalu tinggi.

Andrinof mengatakan, data pemilih bermasalah yang jumlahnya 5,6% masih di atas toleransi publik, apalagi jika dibandingkan dengan batas ambang perolehan suara sebuah partai politik untuk berada di parlemen atau "parliamentary threshold" yakni 3,5 persen.(*)

(J004/S025)

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013