Moskow (ANTARA) - Kejaksaan Uni Eropa (EU) telah mengambil alih penyelidikan Belgia terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen terkait vaksin COVID-19.
Kantor Penuntut Umum Eropa sedang menyelidiki apakah von der Leyen, yang akan mencalonkan diri lagi sebagai bos EU, bersalah dalam kasus dugaan "mencampuri pelayanan publik, pemusnahan SMS, korupsi, dan konflik kepentingan," menurut berkas pengadilan yang dilihat oleh Politico.
Kejaksaan Agung Belgia di Liege pada awal 2023 memulai penyelidikan itu setelah menerima keluhan dari pelobi lokal Frederic Baldan, yang menuding von der Leyen melakukan tindakan melanggar hukum karena berkomunikasi secara pribadi dengan CEO Pfizer Albert Bourla ketika pandemi melanda pada 2021.
Komisi Eropa mengambil alih tanggung jawab atas pendistribusian vaksin COVID-19 di Uni Eropa berdasarkan skema pengadaan bersama dan menyimpan stok vaksin senilai lebih dari 20 miliar euro (sekitar Rp341,7 triliun).
Politico melaporkan bahwa ratusan juta dosis vaksin tidak terpakai sehingga menimbulkan kerugian sekitar 4 miliar euro.
Hongaria dan Polandia ikut bergabung dalam gugatan Baldan, meski pemerintah Polandia mulai menarik diri dari gugatan itu setelah Donald Tusk yang pro-EU menjadi perdana menteri Polandia pada November.
Kedua negara itu dilaporkan sedang digugat oleh Pfizer –raksasa farmasi AS– karena menghentikan pengiriman vaksin dan tidak melakukan pembayaran dengan alasan kelebihan stok.
Sumber: Sputnik
Baca juga: Rumania, Bulgaria gabung sebagian Wilayah Schengen Uni Eropa
Baca juga: Uni Eropa, Pfizer/BioNTech umumkan pengubahan kontrak vaksin COVID-19
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024