"Baik DPR maupun Presiden dalam masa lame duck (bebek lumpuh) karena masa jabatan mereka segera berakhir. Dalam masa seperti ini, secara etika politik pembentuk UU tidak membuat keputusan-keputusan penting yang dapat memengaruhi pemerintahan yang aka
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Prof Susi Dwi Harijanti berpendapat pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) harus dihentikan terlebih dahulu, dan baru dilanjutkan oleh DPR RI periode selanjutnya, yakni periode 2024-2029.
Hal itu dia sampaikan untuk menanggapi perpanjangan waktu pembahasan RUU MK oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Jakarta, Kamis (28/3).
"Baik DPR maupun Presiden dalam masa lame duck (bebek lumpuh) karena masa jabatan mereka segera berakhir. Dalam masa seperti ini, secara etika politik pembentuk UU tidak membuat keputusan-keputusan penting yang dapat memengaruhi pemerintahan yang akan datang. Oleh karena itu, semestinya pembahasan RUU MK dihentikan dulu dan baru dilanjutkan oleh pembentuk UU yang baru," kata Susi saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Minggu.
Sementara itu, ia menyebut terdapat hal yang lebih penting untuk dibicarakan dalam pembahasan RUU MK mendatang, yakni hukum acara MK.
"Saya berpendapat jika RUU MK hanya mengubah ketentuan-ketentuan tentang hakim, maka RUU tersebut tidak memenuhi asas kebutuhan. Ada hal lain yang lebih penting, yaitu mengatur hukum acara," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa hukum acara MK merupakan ketentuan yang sangat penting untuk diatur dalam UU MK ke depan.
"Mengapa hukum acara? Saat ini ketentuan mengenai hukum acara diatur dalam Peraturan MK. Padahal, ditinjau dari materi muatan, seharusnya diatur dalam UU karena bersentuhan dengan isu hak asasi," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis (28/3), menjelaskan terdapat laporan dari pimpinan Komisi III, IV, VII, dan Pansus pada rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk meminta perpanjangan waktu terhadap enam RUU.
Dasco menuturkan keenam RUU tersebut adalah RUU tentang Hukum Acara Perdata, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
"Maka dalam Rapat Paripurna hari ini, apakah kita dapat menyetujui perpanjangan waktu pembahasan terhadap enam RUU tersebut pada masa sidang V tahun Sidang 2023-2024 yang akan datang? Apakah dapat disetujui?" tanya Dasco kepada peserta rapat yang dijawab setuju beberapa detik kemudian.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024