Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terpilih periode 2006-2009, Jimly Asshiddiqie, menilai bahwa putusan MK tidak bisa populer lantaran harus melawan kehendak orang banyak.
"Kita harus hati-hati, tidak boleh terlalu terkenal, tidak boleh
konfrontatif, karena kita masih baru, masih harus menyesuaikan langgam
kehadiran kita secara tepat," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, Jumat, seusai acara pemilihan Ketua MK.
Ia menambahkan, yang dihadapi MK adalah orang banyak, karena undang-undang yang diuji materiil di MK dihasilkan oleh DPR, dan Presiden yang terpilih melalui Pemilu, sehingga UU merupakan cerminan mayoritas rakyat.
"Kalau tiba-tiba UU itu dibatalkan oleh MK, karena hanya diajukan oleh satu warga negara, berarti MK melawan kehendak orang banyak. Jadi, tidak mungkin putusan MK itu bisa populer," tuturnya.
Usai terpilih kembali menjadi Ketua MK, Jimly berjanji, akan membuat MK semakin terpercaya sebagai lembaga yang menegakkan konstitusi.
Ia mengemukakan, akan memperbaiki kekurangan MK selama periode pertama kepemimpinannya, 2003-2006.
Salah satu kekurangan MK, katanya mencontohkan, adalah soal mekanisme hubungan antar-lembaga yang belum lancar, karena MK belum dirasakan sungguh-sungguh diperlukan guna menyelesaikan sengketa kewenangan antar-lembaga negara.
Jimly terpilih menjadi Ketua MA secara mutlak dengan delapan suara dari sembilan hakim konstitusi yang memberikan suara. Satu hakim konstitusi tidak memberikan suaranya (abstain).
Pemilihan Ketua MK yang menggunakan mekanisme pemungutan suara itu dilakukan, karena para hakim konstitusi setelah bermusyawarah selama sepuluh menit gagal menemukan satu calon yang bisa dipilih secara aklamasi.
UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang MK mencatat masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun, dan bisa dipilih lagi untuk masa jabatan satu periode berikutnya. Namun, UU itu mengatur pula masa jabatan Ketua MK selama tiga tahun.
Masa jabatan Jimly sebagai hakim konstitusi akan berakhir pada 2008, sedangkan masa jabatannya sebagai Ketua MK yang baru akan berakhir pada 2009.
Meski dapat dipilih lagi sebagai hakim konstitusi untuk lima tahun berikutnya, Jimly mengatakan, hitungan matematis yang tidak pas antara masa jabatan hakim dan masa jabatan ketua MK memang menimbulkan persoalan.
"Kalau nanti ada kesempatan perbaiki UU, tentu kita usulkan. Tetapi, itu kan wewenang pemerintah bersama DPR untuk mengubahnya," katanya.
Namun, ia menilai, persoalan tidak sinkronnya antara masa jabatan hakim dan masa jabatan Ketua MK hanyalah satu persoalan di antara beberapa materi yang dapat diajukan sebagai bahan amandemen UU MK.
"Dalam UU menyangkut berbagai hal, soal hukum acara juga harus diperbaiki," demikian Jimly. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006