Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta pada Senin pagi melemah 15 poin menjadi Rp11.350 per dolar AS dari posisi terakhir Rp11.335 per dolar AS pada 1 November lalu.
Menurut Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada, hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) Amerika Serikat ikut memicu pelemahan nilai tukar rupiah.
"Pemerintah AS yang tidak menyampaikan imbas dari penghentian kegiatan (shutdown) dalam rapat FOMC mendorong tanda tanya di kalangan investor sehingga pemodal lebih memilih mata uang safe haven seperti dolar AS," kata dia.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Ruly Nova menambahkan, data jumlah pengangguran AS dan indeks manufaktur Amerika Serikat yang positif mendorong penguatan dolar AS menguat terhadap mayoritas nilai tukar dunia.
"Optimisme pelaku pasar terhadap ekonomi AS cukup positif sehingga ekspektasi terhadap pengurangan stimulus keuangan AS bisa dipercepat dari estimasi sebelumnya," kata dia.
Sementara dari dalam negeri, lanjut Ruly, data inflasi Oktober yang sebesar 0,09 persen--lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya-- belum serta merta mendorong nilai tukar rupiah ke area positif.
Selain itu, kata Reza, neraca perdagangan Indonesia yang kembali mengalami defisit 657,2 juta dolar AS menambah tekanan bagi rupiah.
Ruly mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia yang belum cukup baik membuat pelaku pasar mengantisipasi kinerja selanjutnya sehingga investor cenderung memegang dolar AS sebagai pelindung aset.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013