Penyebab kematian 151 ekor sapi itu diduga akibat penyakit toksin yakni Clostridium botulinum yang mencemari pakan serta minum ternak

Jakarta (ANTARA) - Badan Karantina Indonesia (Barantin) menyebutkan sebanyak 3.323 ekor sapi hidup dari Australia tiba di Indonesia, yang terdiri atas tujuan Lampung 938 ekor sapi dan 2.385 ekor tujuan Sumatra Utara.

"Saat ini, jumlah sapi yang ada di Sumatra Utara ada 2.385 dan Lampung 939 ekor (total sebelum mati satu ekor)," ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Karantina Hewan Barantin Wisnu Wasisa di Jakarta, Kamis.

Dari jumlah sapi impor tujuan Lampung, pihaknya mencatat ada satu ekor yang mati akibat patah tulang, sehingga jumlah sapi yang masih hidup dan tengah dikarantina sebanyak 938 ekor.

Lebih lanjut, ia mengatakan jumlah impor sapi untuk tujuan Sumut, awalnya 2.393 ekor, namun berkurang usai dilaporkan delapan sapi mati di kapal MV Brahman Express saat dilakukan proses sandar dan bongkar pada 24 Maret 2024, sehingga jumlahnya kini menjadi 2.385 ekor sapi.

Wisnu juga mengonfirmasi adanya 151 ekor sapi yang mati kepada Kementerian Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia (Department of Agriculture, Fisheries and Forestry/ DAFF).

Sementara, berdasarkan laporan awak kapal MV Brahman Express, hanya melaporkan delapan ekor sapi yang mati.

"Kami mengonfirmasi ke pihak DAFF Australia, mereka menerima laporan dari kapal yang mati di kapal ada 151 ekor. Tapi, kita lihat di pelabuhan, di dalam kapal yang mati ada delapan ekor," jelasnya.

Selisih jumlah sapi yang mati itu belum diketahui secara pasti apakah bangkai sapi-sapi itu dimusnahkan di dalam kapal atau dibuang ke laut.

Karenanya, pihaknya tengah mendalami hal itu dengan menjalin komunikasi dengan Pemerintah Australia agar dilakukan investigasi.


Dugaan kematian sapi

Wisnu juga menyampaikan penyebab kematian 151 ekor sapi itu diduga akibat penyakit toksin yakni Clostridium botulinum yang mencemari pakan serta minum ternak, sehingga menyebabkan ternak mengalami lumpuh akibat gangguan syaraf.

Penyakit itu, menurutnya, bukan merupakan hama penyakit hewan karantina (HPHK).

"Penyakit ini disebabkan oleh toksin dari bakteri gram positif yaitu Clostridium botulinum yang biasanya mencemari pakan dan minum ternak, dugaannya begitu," ujarnya.

Pihaknya kini lantas mendalami sampel untuk mengetahui hasil dari pengujian yang dilakukan Balai Besar Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Sumatera Utara.

Guna memastikan sapi-sapi lain yang tiba di Sumatra Utara tidak terjangkit penyakit yang sama, sehingga layak konsumsi, pihaknya kini masih melakukan karantina di IKH Sumatera Utara.

Wisnu juga menjelaskan bila bakteri botulism itu menular ke manusia, maka bakal berakibat pada gangguan pencernaan.

Imbas dari persoalan itu, pihaknya kemudian menghentikan sementara impor sapi dari salah satu lokasi yang terletak di Northern Territory, Australia, untuk selanjutnya menunggu kabar terbaru soal hasil investigasi dari pihak Australia.

Dengan demikian, menurut Wisnu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak panik, pasalnya Barantin tengah mengatasi persoalan itu.

Baca juga: ID FOOD sebut 2.350 ekor sapi impor tiba bulan ini
Baca juga: Kemendag pastikan tidak ada keterlambatan impor daging sapi
Baca juga: BUMN Pangan tunggu penugasan impor daging sapi amankan Lebaran 2024

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024