Semarang (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Nugroho SBM menilai, proyeksi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen pada tahun 2007 terlalu optimistis, karena realitas yang ada sesungguhnya kurang mendukung target tersebut. "Saya kira pemerintah sulit merealisasikan target pertumbuhan ekonomi sebesar itu pada tahun 2007, karena faktor pendorongnya belum terlalu kuat," katanya ketika diminta komentar di Semarang, Kamis malam. Menanggapi Nota Keuangan Rancangan APBN 2007 yang disampaikan Presiden Rabu lalu (16/8), staf pengajar Fakultas Ekonomi Undip tersebut mengemukakan, infrastruktur ekonomi masih menghadapi kendala berat, menyusul terjadinya bencana di berbagai daerah atau akibat kerusakan permanen. Menurut dia, ketersediaan infrastruktur yang memadai ditunjang dengan birokrasi yang efisien, menjadi faktor penentu investor menanamkan modal dan mengembangkan bisnisnya di negeri ini. Sebaliknya, bila infrastruktur jelek dan birokrasi masih tidak efsisien, maka hal ini akan menghambat investasi. Ia menjelaskan, pengusaha sering mengeluhkan masih merebaknya berbagai pungutan tidak resmi sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Di zama kompetisi seperti sekarang, kata Nugroho, segala beban biaya produksi yang tidak ada hubungannya dengan nilai tambah produk, harus bisa dihilangkan. Nugroho menambahkan, kucuran dana APBN 2006 yang seharusnya bisa mendorong laju perekonomian nasional, ternyata tidak bisa seperti diharapkan, bahkan dilaporkan daya serapnya masih rendah. "Ini berkaitan dengan sikap kehati-hatian birokrasi untuk menyalurkan anggaran yang berkait dengan proyek pembangunan menyusul kian merebaknya pengusutan korupsi yang melibatkan kalangan birokrat. Tentu saja birokrat sangat hati-hati, agar tidak terjerumus pada tuduhan korupsi," kata kandidat doktor ekonomi UGM Yogyakarta itu. Presiden dalam pidato pengantar nota keuangan Rancangan APBN 2007 mengemukakan, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 6,3 persen, inflasi 6,5 persen, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulan 8,5 persen, nilai tukar Rp 9.300 per dolar AS, harga minyak US$ 65 per barel, dan "lifting" minyak sebesar satu juta barel per hari. Nugroho juga menilai, target inflasi 6,5 persen cukup berat diwujudkan karena fenomena inflasi domestik selama ini lebih disebabkan masalah distribusi yang menyebabkan terjadi ketidakseimbangan pasokan dengan permintaan, terutama menjelang hari-hari besar, seperti Puasa Ramadhan, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. "Tapi kalau pemerintah bisa mendorong Bank Indonesia menurunkan suku bunga Bank Indonesia (SBI - Sertifikat Bank Indonesia) di bawah 10 persen pada tahun depan, itu merupakan pertanda membaiknya iklim investasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006