Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan fatwa haram bagi kuis via pesan singkat melalui telepon genggam (SMS) dan telepon yang mengenakan tarif pulsa melebihi tarif wajar atau tarif biasa karena dinilai mengandung unsur judi. "PBNU telah memutuskan bahwa kuis melalui SMS atau telepon yang mengenakan tarif pulsa melebihi tarif wajar atau biasa hukumnya haram karena mengandung unsur maisir atau taruhan," kata Sekretaris Lajnah Bahsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) M Kholil Nafis di Jakarta, Kamis. Dikatakannya, hadiah yang diterima seseorang dari ribuan peserta kuis yang membayar harga pulsa melebihi tarif biasa tidak bisa disebut sebagai hadiah dalam pengertian hukum Islam. Hadiah dalam kuis itu lebih tepat disebut sebagai hasil judi yang secara tegas dan jelas diharamkan agama Islam. "Bayangkan, jika satu SMS sang bandar memperoleh Rp2.000 dikalikan ribuan peserta kuis, sementara yang menang hanya mendapat satu sampai lima juta rupiah, maka kuis ini hanya menjadi sarana untuk mencari keuntungan bagi para pemberi hadiah atau bandarnya," katanya. Kholil menjelaskan, fatwa atau oleh PBNU disebut putusan hukum tersebut merupakan hasil "bahtsul masail" di gedung PBNU, Rabu (16/8), sebagai lanjutan dari bahtsul masail yang belum bisa dituntaskan pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Surabaya akhir Juli lalu. Bahtsul masail yang dikuti para ulama dan kiai dari jajaran syuriah PBNU serta utusan dari LBM NU dari beberapa daerah yang telah diamanatkan oleh Munas dan Konbes tersebut dipimpin oleh tiga Rais Syuriah PBNU yakni KH Masyhuri Na`im, KH Ma`ruf Amin dan KH Masrur Ainun Najih. Berdasarkan keputusan itu, PBNU berharap nahdliyyin (warga NU) dan masyarakat umum tidak terpengaruh dengan iming-iming para penyelenggara kuis. Dikatakannya, kuis semacam itu hanya menyebabkan masyarakat malas dan mengharap sesuatu keuntungan tanpa melalui kerja. Ditanya tentang kemungkinan fatwa tersebut mendapat tentangan sebagian kalangan masyarakat seperti halnya fatwa haram infotainment, Kholis menyatakan, putusan PBNU tidak akan memaksa masyarakat untuk mengikuti putusan tersebut karena PBNU memang tidak memiliki hak atau kewenanagan untuk memaksa. "Putusan ini merupakan bagian dari amar ma`ruf nahi munkar atau menyeru pada kebaikan dan menjauhi keburukan yang dilakukan NU sebagai organisasi keagamaan Islam. Jika masyarakat tidak setuju dengan putusan tersebut, hal itu sepenuhnya hak masyarakat, NU tidak punya hak atau kewenangan untuk memaksa," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006