Jadi peserta yang aktif dan rutin membayar hanya 214 juta atau 77 persen
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan perlu adanya pemanfaatan sejumlah skema agar peserta BPJS Kesehatan yang nonaktif dapat mengakses layanan kesehatan lagi.
Dia menjelaskan bahwa dari sekitar 267 juta peserta BPJS, yakni 95,77 persen penduduk Indonesia, 54 juta di antaranya tidak aktif, sehingga tidak bisa mengakses layanan.
“Jadi peserta yang aktif dan rutin membayar hanya 214 juta atau 77 persen,” kata Edy dalam rapat Komisi IX DPR RI bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disiarkan di Jakarta, Rabu.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 2020-2024 pemerintah menargetkan jaminan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC).
Menurut Edy, inti dari jaminan itu adalah akses bagi masyarakat ke layanan kesehatan berkualitas tanpa masalah teknis maupun keuangan.
Dia menuturkan hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 yang mewajibkan seluruh rakyat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Dia menjelaskan bagi yang mampu tentu membayar iuran sendiri, tetapi yang tidak mampu harus dibiayai pemerintah.
Yang memprihatinkan, kata dia, mereka yang tidak aktif kerap tidak tahu dan baru menyadari status kepesertaannya setelah sakit dan membutuhkan layanan kesehatan.
“Kalau orang itu tinggal di wilayah yang belum UHC, maka tidak bisa langsung diaktifkan kepesertaannya karena harus menunggu 14 hari kerja,” ujarnya.
Edy menyebut ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menangani isu tersebut, contohnya memaksimalkan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Baca juga: BPJS Kesehatan berikan layanan JKN selama libur Lebaran 2024
Baca juga: Presiden Jokowi tinjau fasilitas dan layanan kesehatan RSUD Tolitoli
Menurutnya, mayoritas peserta nonaktif adalah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU).
“PBPU ini kebanyakan adalah UMKM yang dimana banyak juga termasuk tidak mampu,” katanya.
Jumlahnya, ujar dia, ada sekitar 15 juta PBPU yang menunggak dan lebih dari 38,5 juta peserta non aktif karena mutasi, sehingga totalnya lebih dari 53 juta orang.
“Padahal aturan yang ada sudah mendukung. Dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2023, kuota PBI 113 juta orang di 2024, dan sekarang baru 96,8 juta orang yang masuk PBI APBN,” kata Edy.
Edy mengusulkan skema untuk penghapusan sebagian iuran yang tertunggak guna meringankan peserta nonaktif. Ide itu, katanya, muncul karena adanya konsep amnesti pajak.
“Pemerintah pernah membantu orang kaya dengan tax amnesty, tentu ini saatnya untuk memberikan write off (penghapusan) tunggakan dan sisanya dibolehkan mencicil,” ujarnya.
Dia meminta pemerintah untuk segera mencarikan solusi agar 54 juta peserta tidak aktif ini menjadi aktif kembali, agar dapat mewujudkan jaminan kesehatan semesta serta meningkatkan BPJS Kesehatan.
Dari seluruh peserta yang nonaktif tersebut, kata dia, per 29 Februari 2024, total tunggakan iuran sebesar Rp 20,59 triliun.
“Jika 40 persen diwujudkan, maka BPJS Kesehatan dapat menerima pendapatan riil nilainya sekitar Rp 8 Triliun,” dia menambahkan.
Dia menilai pendapatan ini dapat menangani risiko defisit tahun berjalan di 2023. Menurut prediksi, ujarnya, beban pembiayaa BPJS Kesehatan tahun ini 158 triliun, namun penerimaan iuran sekitar Rp 151 triliun, sehingga ada risiko defisit Rp 7 triliun.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Peserta JKN alami kecelakaan lalu lintas tetap dijamin
Baca juga: BPJS Kesehatan: Laporkan jika rumah sakit batasi hari rawat inap
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024