Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum memutuskan untuk menghilangkan nomor induk kependudukan (NIK) pada tampilan daftar pemilih tetap di website KPU, guna menjaga privasi data masyarakat, kata Komisioner Hadar Nafis Gumay.
"Kalau sekarang ada NIK yang dapat membaca elemen data (pemilih) dengan lengkap, maka kami sederhanakan itu. Kami memahami potensi pelanggaran privasi itu. Karenanya kami perbaiki," kata Hadar ketika ditemui di Gedung KPU Pusat Jakarta.
Jika saat ini KPU menampilkan NIK pada data pemilih di website yang dapat diakses oleh semua orang, maka kedepan tampilan data pemilih akan terdiri atas nama, jenis kelamin, nomor tempat pemungutan suara (TPS) dan kelurahan.
"Kami merapikan data yang tidak bisa dibaca atau diakses semuanya, tetapi pendekatannya tetap bahwa setiap orang dapat memeriksa (DPT) dengan mudah," ujarnya.
Dengan demikian, risiko yang terjadi adalah pemantau pemilu tidak dapat mengakses data pemilih melalui situs umum KPU.
"Kalau pemantau tidak punya akses masuk ke data kami, maka mereka tidak bisa (memantau DPT). Dia (pemantau) hanya bisa cek kegandaan kalau rajin baca satu per satu semuanya, seluruh TPS di Indonesia," kata Hadar.
Sebelumnya, upaya KPU menampilkan data pemilih pada Sidalih (sistem informasi data pemilih) ditengarai dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab karena semua lapisan masyarakat dapat mengaksesnya.
Pihak-pihak tertentu dapat memanfaatkan data informasi masyarakat pemilih yang ada di Sidalih untuk tujuan tertentu.
Hal itu dinilai melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013