Kalau saja pemerintah fokus memerhatikan hasil survei lembaga dunia itu, maka potensi untuk mendorong peringkat dibawah posisi 100 terbuka luas,"

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta secara cepat melakukan berbagai upaya mengatasi hambatan investasi serta meningkatkan kemudahan berusaha di tanah air.

Anggota Komisi VI DPR RI Edhy Prabowo di Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah terkesan lambat dalam merespon hasil-hasil survei pemeringkatan kemudahan berusaha atau `Doing Business` di Indonesia.

Jika pada Doing Business tahun 2013, peringkat Indonesia berada pada posisi 128, kini hanya naik 8 peringkat pada Doing Business 2014 menempati peringkat 120 dari 189 negara yang disurvei.

"Kalau saja pemerintah fokus memerhatikan hasil survei lembaga dunia itu, maka potensi untuk mendorong peringkat dibawah posisi 100 terbuka luas," katanya dalam siaran pers menanggapi hasil Doing Business 2014 Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Dunia.

Berdasarkan data Doing Business 2014, peringkat Indonesia berada di posisi 7 di antara negara-negara anggota ASEAN berada di bawah Singapura (peringkat 1 dunia), Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59), Vietnam (99), dan Filipina (108).

Menurut Edhy, semestinya pemerintah belajar dari pengalaman masa lalu dalam menurunkan halangan investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Apalagi, tambahnya, beberapa poin yang menjadi penilaian untuk menentukan daftar itu merupakan pekerjaan rumah pemerintah yang tak kunjung diselesaikan.

Di antaranya adalah perizinan usaha, izin pendirian bangunan usaha, masalah perburuhan dan kemudahan mendapatkan suplai listrik.

Terkait masalah perizinan usaha, jelas Edhy, masih terlalu banyak hadangan yang ditemui investor di lapangann akibatnya, banyak investor yang enggan berinvestasi di Indonesia karena ketidakjelasan waktu penerbitan ijin usaha di berbagai wilayah Indonesia.

Berikutnya, soal izin pendirian bangunan usaha, juga masih mengalami berbagai kendala, seperti belum sinerginya pemerintah pusat dan daerah dalam mempercepat proses perijinan untuk mendirikan bangunan usaha.

Akibatnya, proses pemberian ijinnya tertunda-tunda, dan berdampak pada meningkatkan biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan bangunan usaha .

Masalah perburuhan juga menjadi masalah serius yang terus menghantui iklim investasi di Indonesia. Akibatnya, lanjut Edhy, investor menunda rencananya untuk memulai investasi di Indonesia.

Berikutnya, menurut dia, adalah ketersediaan pasokan listrik dan kemudahan untuk mendapatkannya.

Di tengah kondisi banyaknya wilayah saat ini yang mengalami pemadaman listrik bergilir, Indonesia semakin tertinggal dari negeri Jiran Malaysia yang berhasil menembus posisi 10 besar dengan menempati peringkat 6.

Padahal, dari sisi Sumber Daya Alam (SDA), Indonesia memiliki berbagai sumber yang jauh lebih banyak dibanding Malaysia.

Edhy menyatakan, 17 rencana aksi paket ekonomi tahap II yang baru diluncurkan pemerintah, cukup strategis untuk mempercepat penurunan peringkat Doing Business 2014 Indonesia.

"Tapi tampaknya, pemerintah selalu terlambat untuk merespon hal-hal penting yang mendesak untuk dikerjakan," katanya.

Prinsipnya, kata dia, pihaknya mendesak pemerintah untuk fokus menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan dan mendesak untuk diimplementasikan.

Dengan demikian, penurunan peringkat Doing Business 2015 bisa turun signifikan yang tercermin dari ketahanan ekonomi dan tingginya tingkat investasi di dalam negeri.

"Intinya, kami minta supaya pemerintah menjalankan 4 isu diatas, sembari terus membenahi diri untuk berbagai persoalan lain. Seperti percepatan pembangunan infrastruktur yang sangat diperlukan dalam memulai usaha di Indonesian" katanya.
(S025/R007)

Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013