Jakarta (ANTARA) - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pengakuan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI nonaktif Hasbi Hasan terkait intimidasi penyidik KPK terhadap dirinya hanya merupakan sensasi semata.

Pasalnya, dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum atas pembelaan (replik) Hasbi Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, Jaksa KPK Arif Rahman Irsady menyebutkan pengakuan tersebut tidak dibuktikan kebenarannya oleh Hasbi.

"Pernyataan terdakwa tersebut tentu harus dibuktikan kebenarannya disertai dengan adanya bukti-bukti, sehingga tidak menjadikan sebagai sebuah fitnah atau hanya ingin mencari sensasi semata," ujar Arif.

Dengan demikian, Arif meminta agar majelis hakim menolak dan mengesampingkan pernyataan tersebut. Permintaan tersebut diikuti dengan permohonan Jaksa KPK kepada majelis hakim untuk menolak seluruh pembelaan Hasbi maupun penasihat hukumnya, serta menjatuhkan pidana sesuai tuntutan penuntut umum.

Menurut dia, pembelaan Hasbi Hasan dengan mengaku adanya intimidasi dari penyidik KPK hampir mirip dengan pembelaan Mantan Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto pada saat di persidangan beberapa waktu lalu. Adapun Dadan yang merupakan perantara dalam kasus Hasbi telah divonis pidana penjara selama 5 tahun.

Apabila Hasbi merasa intimidasi tersebut merupakan suatu fakta dan telah dirugikan, jaksa mengatakan seharusnya Hasbi melaporkan kepada pihak yang berwenang agar pengakuan itu tidak menjadi isu liar yang menyesatkan tanpa ada alat bukti pendukung.

Apalagi, lanjut dia, Hasbi memiliki kapasitas keilmuan di bidang hukum dan sangat paham tentang proses hukum atas asas pembuktian hukum pidana dalam persidangan.

Selain itu, Arif menambahkan, terdapat kejanggalan lainnya mengenai pengakuan Hasbi tersebut, yakni terdakwa baru menyampaikan adanya intimidasi pada saat pembacaan pembelaan atau pleidoi, di mana Hasbi telah melewati proses pembuktian di persidangan perkara terdakwa.

Dengan demikian, dirinya berpendapat Hasbi menyampaikan pengakuan intimidasi oleh oknum KPK tanpa disertai bukti hanya agar lepas dari jerat pidana serta dalam posisi tersudut karena fakta hukum yang terbukti di persidangan telah jelas membuktikan kebenaran suap dan gratifikasi yang dilakukan Hasbi.

"Pengakuan hanya dilakukan guna menggambarkan pribadi terdakwa sebagai seorang yang ter-zalimi selama proses hukum perkara, yang bertujuan mengaburkan adanya fakta kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa," tuturnya.


Baca juga: Hasbi Hasan mengaku diintimidasi verbal oknum penyidik KPK

Baca juga: KPK persilakan Hasbi Hasan lapor jika ada intimidasi

Sebelumnya, Hasbi Hasan pada saat membacakan nota pembelaan pribadi-nya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/3), mengaku diintimidasi secara verbal oleh oknum penyidik KPK saat dirinya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Dia mengatakan oknum KPK meminta Hasbi untuk mengubah Berita Acara Penggeledahan (BAP) dan diancam jika tidak melakukan hal itu.

Oknum penyidik KPK itu, kata Hasbi, juga menggertak keamanan kantor dan pegawai humas MA. Namun, Hasbi tidak memerinci konteks yang terjadi ketika itu.

Hasbi merupakan terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan perkara KSP Intidana di tingkat kasasi di MA. Ia dituntut 13 tahun dan 8 bulan pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

Hasbi juga dituntut pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap subsider pidana penjara 3 tahun.

Dalam surat tuntutan, Hasbi disebut melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024