"Kinerja dan citra Pak Jusuf Kalla selama ini bagus, namun sangat sulit bisa maju sebagai capres dari PKB karena untuk bisa mengusung capres setidaknya memperoleh dukungan 20 persen suara pemilu," katanya di Semarang, Rabu.
Menurut dia, Jusuf Kalla sebaiknya memosisikan dirinya sebagai Bapak Bangsa saja yang secara sosial dan kultural posisinya lebih tinggi ketimbang presiden.
Dengan kepercayaan tinggi yang diberikan oleh media dan masyarakat luas, katanya, Kalla tetap bisa berbuat lebih banyak untuk kebaikan bangsa dan negara.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Jateng tersebut menyatakan selama Jusuf Kalla mengemban tugas, mulai jadi anggota tim perunding perdamaian di Aceh, Maluku, lalu menjadi Wakil Presiden, hingga Ketua Umum Palang Merah Indonesia, dia selalu menuai sukses.
Golkar sendiri hampir bisa dipastikan mengusung ketua umumnya, Aburizal Bakrie, dan mungkin bakal menggadeng cawapres dari partai atau tokoh lain yang diyakini bisa mendongkrak perolehan suara, namun bukan Kalla.
Berdasarkan pengalaman dalam tiga pilpres sebelumnya, kata Pedro, Golkar malah menuai perpecahan pascamunas karena terjadi konflik antarelite yang berujung pada pendirian partai baru oleh bekas tokoh Golkar.
Terakhir adalah Partai Nasdem yang dipelopori Surya Paloh, sedangkan sebelumnya adalah Hanura yang dikomandani Wiranto, serta PKPI dengan tokohnya Edi Sudrajat. Edi, Wiranto, dan Surya Paloh sebelumnya merupakan tokoh penting Partai Golkar.
"Sebagai kader, saya juga tidak ingin melihat Golkar pecah lagi setelah dua tokoh puncaknya maju dalam Pilpres 2014," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan SOKSI Jawa Tengah tersebut.
Berdasarkan alasan itu pula, ia minta Jusuf Kalla menjalani sisa hidupnya sebagai Bapak Bangsa yang memayungi dan menerangi semua kelompok.
Pewarta: Achmad Zaenal M.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013