Samarinda (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Jaya Mualimin mengatakan prevalensi stunting di daerah ini mengalami penurunan dari 23,9 persen pada 2022 menjadi 17,46 persen pada 2023.
"Penurunan ini merupakan hasil kerja sama berbagai pihak, mulai dari Dinas Kesehatan, BKKBN, Dinas Pendidikan, desa, bahkan lembaga keagamaan dan kemasyarakatan pun terlibat," ujar Jaya di Samarinda, Senin.
Penurunan prevalensi stunting tersebut diperoleh dari kabupaten/kota yang tersebar di Kaltim, antara lain di Kabupaten Berau dari 21,6 persen pada 2022 menjadi 20,16 persen pada 2023, di Kota Samarinda dari 25,3 persen menjadi 19,92 persen, Balikpapan dari 19,6 persen menjadi 13,36 persen, dan Penajam Paser Utara dari 21,8 menjadi 14,1 persen.
"Prevalensi stunting Kaltim sebesar 17,46 persen ini dalam kategori sedang. Dari 10 kabupaten/kota, Kota Bontang merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi yakni 23,26 persen, naik ketimbang tahun sebelumnya yang 21 persen," katanya.
Untuk menurunkan angka stunting, lanjut dia, Dinas Kesehatan Kaltim bersama pihak terkait melakukan berbagai intervensi, terutama dalam penanganan 1.000 hari kehidupan pertama anak, yaitu sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
"Pemahaman dan praktik tentang gizi yang seimbang sejak masa kandungan merupakan hal sangat penting, sebagai pencegahan stunting sejak dini, sehingga hal ini yang harus dipahami oleh para orang tua, terutama ibu hamil agar memperhatikan asupan gizi," katanya.
Untuk itu, jika ada anak dengan usia di atas tiga tahun itu sebenarnya sudah terlambat untuk dilakukan intervensi stunting, karena pertumbuhan otak dan tubuh anak sudah mulai terbentuk sejak dalam kandungan.
Sementara itu, sejumlah intervensi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kaltim antara lain memberikan makanan tambahan dan tablet tambah darah bagi ibu hamil, mendorong persalinan di fasilitas kesehatan, memberikan makanan bergizi pada bayi dan balita, memberikan vitamin A, mengobati balita yang mengalami diare, dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Baca juga: Kabupaten Malaka NTT manfaatkan pangan lokal untuk cegah stunting
Baca juga: UNESCO nilai Semarang bisa jadi "role model" penanganan stunting
Pewarta: M.Ghofar
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024