Presiden Assad oleh karena itu bisa berkontribusi pada transisi di Suriah

Beirut (ANTARA News) - Utusan khusus PBB - Liga Arab Lakhdar Brahimi yang tiba di Damaskus, Senin, percaya jika Presiden Bashar al - Assad bisa berkontribusi untuk transisi di Suriah yang "baru", namun bukan sebagai pemimpin negara itu.

Brahimi, yang berada di Suriah --negara terakhir dalam tur kawasannya kali ini untuk menggalang dukungan bagi perundingan damai -- berbicara tentang Bashar dalam sebuah wawancara di Paris dengan laman Jeune Afrique yang dipublikasikan Senin .

"Banyak orang di sekitar (Bashar) percaya pencalonannya (dalam pemilihan umum presiden pada 2014) adalah sebuah fakta. Ia menganggap hal ini sebagai hak mutlak ... Di atas semuanya ia berpikir untuk menyelesaikan mandatnya," kata diplomat veteran Aljazair itu, sebagaimana dilaporkan AFP.

Namun, "apa yang sejarah ajarkan bagi kita bahwa setelah krisis seperti ini tidak ada jalan kembali. Presiden Assad oleh karena itu bisa berkontribusi pada transisi di Suriah, sebagaimana ayahnya (almarhum presiden Hafez al - Assad) dan dirinya sendiri, pada apa yang saya sebut sebagai Republik baru Suriah."

Brahimi mengatakan kesepakatan AS-Rusia untuk memusnahkan senjata kimia Suriah telah mengubah Bashar dari "pariah" (kelas terburuk) menjadi "mitra" dan meyakinkan para pendukungnya akan kemampuannya untuk menang.

Brahimi juga menghadapi perjuangan yang berat dalam meyakinkan oposisi yang terpecah belah untuk menghadiri pembicaraan di Jenewa, setelah 19 kelompok pemberontak Islam memperingatkan bahwa siapa pun yang turut ambil bagian dalam pembicaraan akan dianggap sebagai pengkhianat .

"Konferensi ini adalah awal dari sebuah proses. Kami berharap bahwa oposisi akan berhasil menyepakati sebuah delegasi yang kredibel dan representatif," kata Brahimi.

"Kita seharusnya tidak menipu diri sendiri, seluruh dunia tidak akan hadir tapi saat proses berlanjut, itu harus mencakup sebanyak mungkin wakil dunia."

Brahimi, seorang tokoh internasional veteran dalam penyelesaian masalah, mengatakan ia takut bahwa jika kesepakatan tidak bisa dicapai, Suriah mungkin menjadi negara yang gagal seperti Somalia, yang belum memiliki pemerintahan yang berfungsi selama dua dasawarsa.

"Ancaman nyata di Suriah bukanlah perpecahan negara. Ancaman nyatanya adalah semacam 'Somalisasi', tetapi bahkan lebih mendalam dan abadi dari apa yang kita telah lihat di Somalia."

(G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013