Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia hendaknya segera mempercepat penyelesaian perjanjian-perjanjian dengan Papua Nugini (PNG) menyusul terbunuhnya seorang warga Indonesia oleh tentara PNG atas tuduhan melanggar batas wilayah.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh anggota Komisi I DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB) Ali Mochtar Ngabalin kepada wartawan di Jakarta, Rabu, usai mengikuti sidang paripurna DPR RI dengan agenda mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Dua minggu lalu saya baru dari Vanimo, PNG, dan berbicara dengan kuasa usaha ad-interm Indonesia di sana bahwa hendaknya perjanjian-perjanjian antara RI dan PNG dipercepat," ujarnya.
Menurut dia, antara Papua yang merupakan wilayah Indonesia dengan PNG itu sudah tidak dapat dipisahkan lagi sehingga sudah sepantasnya memiliki perjanjian-perjanjian lintas batas yang jelas.
"Provinsi Papua dan PNG itu sudah seperti bagian kanan dan kiri tubuh kita," katanya.
Oleh karena itu, Ali Mochtar berharap pembicaraan mengenai jalan keluar masuk Papua-PNG dapat segera diselesaikan tanpa adanya intervensi dari negara lain, termasuk Australia.
"Kalau terbuka jalan keluar masuk Papua-PNG maka arus barang dan jasa ke PNG dari Papua akan lancar dan itu menguntungkan," katanya.
Tentara Papua Nugini (PNG DF), Selasa (8/8), menembak kapal nelayan asal Indonesia yang diduga memasuki wilayah perairan PNG, hingga menyebabkan seorang nelayan tewas dan dua lainnya mengalami luka tembak.
Insiden itu bermula dari patroli PNG DF yang memergoki kapal nelayan bernama "Buana Jaya" yang sedang menangkap ikan di sekitar wilayah PNG.
Tentara PNG lalu melepaskan tembakan beruntun ke arah mesin dan lambung kapal yang bermuatan 10 nelayan, sehingga menyebabkan satu orang di antaranya yakni Mulyadi tewas di tempat, sedangkan dua orang lainnya mengalami luka tembak yaitu Hamid dan Kopal.
Para korban cedera itu sempat menjalani perawatan di RS Vanimo sedangkan tujuh orang yang selamat yakni Hamkah, Nasrul, Lupus, Dalwi, Seri, Lompo dan Tuamira, ditahan oleh polisi PNG, sebelum dipulangkan ke Indonesia kemarin.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006