Kami dulu biasa makan Flafel sekali sebulan
Damaskus (ANTARA News) - Di Pasar Ash-Shaalan di Ibu Kota Suriah, Damaskus, tempat banyak toko makanan dan pakaian memenuhi daerah tersebut, kini sedikit orang yang berjalan berkeliling untuk membeli barang mahal.
Sebagian besar toko kosong dari pembeli, dan hanya beberapa toko yang menjual sandwich Falafel murah saja yang masih sibuk.
Untuk menanggulangi kesulitan ekonomi akibat krisis dalam negeri yang berkepanjangan dan sanksi ekonomi AS serta Uni Eropa, kebanyakan orang Suriah harus menjauhi restoran mewah dan beralih ke makan malam murah atau membeli makanan yang bisa dibawa pulang dengan harga murah.
Seorang pria yang berumur 40-an tahun dan sedang menunggu gilirannya untuk membeli roti isi mengatakan, "Ini adalah satu-satunya barang di negeri ini yang harganya masih masuk akal dan terjangkau bagi kebanyakan orang Suriah. Kami dulu biasa makan Falafel sekali sebulan, tapi sekarang akibat kondisi hidup yang sangat mahal dan tak pernah terjadi sebelumnya, kami memakannya setiap pekan."
Sebagai bagian dari langkah penghematan, banyak orang Suriah memangkas pengeluaran besar dan menghapuskan makanan mahal seperti daging, dari daftar menu mereka, demikian laporan Xinhua.
Rakyat Suriah mengeluhkan harga semua kebutuhan konsumen yang membubung tinggi, sehingga membuat kebanyakan barang tak terjangkau bagi rakyat Suriah, di tengah laporan bahwa angka inflasi di negeri itu sekarang termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia.
Angka resmi telah menunjukkan angka inflasi berkisar 50 persen, tapi perkiraan tak resmi menyatakan inflasi mencapai 300 persen, sehingga menambah buruk kehidupan rakyat Suriah.
Meskipun pemerintah melancarkan berbagai upaya untuk mengendalikan pasar dan mempertahankan nilai tukar pound Suriah terhadap dolar AS pada tingkat normal, orang Suriah tetap menggerutu karena ketidak-mampuan pemerintah untuk mengurangi harga makanan dan barang kebutuhan konsumen yang melambung.
Bank sentral Suriah telah campur tangan di pasar bursa dan kebijakannya terbukti konstruktif dalam mendongkrak nilai tukar pound. Nilai Dolar sekarang kurang dari 170 pound di pasar gelap, turun dari 300 pound dua bulan lalu.
Sementara itu, Perdana Menteri Suriah Wael Al-Halqi belum lama ini mengkonfirmasi bahwa tersedia sangat banyak cadangan uang kontan, dan mengesampingkan keprihatinan mengenai kemampuan negeri tersebut untuk menjamin kebutuhan komoditas rakyat.
Namun, satu pernyataan baru-baru dari Komisi Sosial dan Ekonomi PBB bagi Asia Barat (ESCWA) mengatakan empat juta orang Suriah terancam kelaparan, atau berada di bawah garis kemiskinan pangan berdasarkan standard ESCWA.
ESCWA juga menyatakan sebanyak delapan juta lagi orang Suriah kini hidup di bawah garis kemiskinan minimal, sementara 18 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan maksimal.
Komisi itu juga menyatakan di dalam laporannya bahwa "300.000 pegawai sektor umum dipandang hidup di bawah garis kemiskinan pangan", jumlah yang tak bisa dicakup oleh bantuan.
Ahli ekonomi Suriah Abed Fadliyeh mengatakan kepada jejaring lokal, penyelesaian bagi kesulitan yang dihadapi rakyat Suriah ialah mengendalikan konsumsi dan kenaikan harga makanan, dan menyatakan harga telah melampaui daya beli masyarakat.
Ia menyatakan ada beberapa masalah yang dihadapi keluarga Suriah: turunnya penghasilan rumah tangga sebagai akibat dari berkurangnya kegiatan usaha, naik dan tak terkendalinya harga kebutuhan konsumsi.
(C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013