... apa yang telah kami pelajari di sini, saya kira akan sangat membantu kami di Burma... "
Belfast, Irlandia Utara (ANTARA News) - Aung San Suu Kyi mengatakan proses perdamaian Irlandia Utara bisa membantu rekonsiliasi di Myanmar, saat peraih penghargaan Nobel itu mengunjungi provinsi Inggris itu, Kamis.
Pemimpin oposisi Myanmar itu mengatakan dia ingin belajar mengenai bagaimana Protestan dan Katolik mengakhiri pertumpahan darah sektarian yang berlangsung selama tiga dasawarsa dan membentuk pemerintahan bersama.
Myanmar baru-baru ini diguncang pertumpahan darah anti-Muslim dan juga mencoba mengatasi warisan pelanggaran HAM yang telah berlangsung selama beberapa dasawarsa dan merajalela serta konflik antara pemerintah dan berbagai kelompok etnis.
Suu Kyi bertemu sejumlah politisi, polisi dan anak-anak sekolah selama kunjungannya di daerah itu.
"Alasan utama saya datang ke Irlandia Utara adalah mempelajari bagaimana Anda berhasil menegosiasikan proses perdamaian di tengah semua kesulitan," katanya, di Wellington College, Belfast.
"Hal ini sangat berguna, apa yang telah kami pelajari di sini, saya kira akan sangat membantu kami di Burma," katanya.
"Saya ingin mengetahui bagaimana Anda melihat tantangan di masa kini karena saya diberitahu jika pekerjaan belum selesai," kata dia.
Dia mengatakan perpecahan di Irlandia Utara lebih dalam daripada di Myanmar, meskipun masalah di negaranya lebih kompleks, dengan banyak etnis yang berbeda dan tantangan mengintegrasikan politik sipil dan militer.
Suu Kyi mengunjungi ibukota Irlandia Utara dan tempat wisata Titanic Belfast.
Pada Rabu di London ia bertemu pewaris tahta Inggris Pangeran Charles sesaat sebelum pembaptisan cucunya, Pangeran George.
Suu Kyi juga bertemu dengan Perdana Menteri Inggria, David Cameron, yang akan membantu menciptakan tekanan internasional terhadap Myanmar, untuk mencabut larangan terhadap orang yang memiliki pasangan atau anak-anak warga negara asing --termasuk Suu Kyi-- untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Suu Kyi menghabiskan 15 tahun dalam tahanan rumah di bawah kekuasaan militer di Myanmar, sebelum dia dibebaskan setelah pemilihan umum kontroversial pada tahun 2010 .
Ikon demokrasi itu sekarang menjadi anggota parlemen oposisi sebagai bagian dari reformasi luas yang dilakukan di bawah rezim kuasi-sipil baru yang mulai menjabat pada 2011.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013