Jakarta (ANTARA) - Tujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur divonis hukuman penjara selama empat bulan dengan masa percobaan 1 tahun dalam perkara pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 masing-masing dengan pidana penjara selama empat bulan,” ucap Hakim Ketua Buyung Dwikora membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis.
Mereka juga divonis pidana denda masing-masing sejumlah Rp5 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 2 bulan.
Tujuh terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; serta Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra;
Kemudian, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu A. Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muchamad.
Hakim menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik sebagai yang menyuruh, melakukan, maupun yang turut serta melakukan.
Mereka dinyatakan melanggar pasal 544 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Namun demikian, para terdakwa tidak perlu menjalani pidana penjara dengan syarat tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan 1 tahun.
“Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun berakhir,” kata Buyung.
Hal-hal memberatkan yang dipertimbangkan majelis hakim, yaitu para terdakwa selaku penyelenggara pemilu seharusnya melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku dengan kehati-hatian.
“Akibat perbuatan para terdakwa dilakukan pemungutan suara ulang,” sambung Buyung.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah para terdakwa belum pernah dipidana sebelumnya, mereka sebagian besar adalah mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Malaysia, serta terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, kecuali terdakwa 2 dan 3.
“Hasil dari rangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa mulai dari penetapan DPT sampai dengan pemungutan suara telah dianulir dan telah dinyatakan tidak sah oleh KPU RI atas rekomendasi Bawaslu RI dan dilaksanakan pemungutan suara ulang pada tanggal 10 Maret 2024,” ucap Buyung.
Pada perkara ini, tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jaksa meyakini para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil coklit ke dalam Data Pemilih Sementara (DPS), menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan kemudian ditetapkan menjadi DPT.
Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dalam kondisi data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau tidak lengkap.
Baca juga: Kuasa hukum minta 7 anggota PPLN Kuala Lumpur dibebaskan dari tuntutan
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur dituntut 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta
Baca juga: Terdakwa sebut ada pantarlih fiktif di Kuala Lumpur
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024